Mohon tunggu...
Ning Ayu
Ning Ayu Mohon Tunggu... Guru - Pengawas SMP Kabupaten Bogor

Ning Ayu alias Taty Rahayu, Pengawas SMP Kabupaten Bogor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayu dan Kupu-kupu

28 April 2019   12:00 Diperbarui: 28 April 2019   12:05 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau nyakin kita bisa melalui jalan terjal dengan menggenggam tanganku?? Suaraku memecahkan keheningan malam yang dingin, sinar purnama melucuti satu persatu luka di hatiku, ku tatap wajah lelaki yang sudah sekian tahun mendampingiku lekat-lekat. Sorot matanya tajam memancarkan keoptimisan dan tangan kekar mencoba menggenggam tanganku kuat-kuat seolah tak ingin melepaskan.

"Aku nyakin sayang" jawabnya singkat, malam semakin larut dan kami masih menatap purnama dari serambi rumah. "Lihatlah lukisan di purnama itu" ucapnya sambil menunjuk purnama yang semakin sempurna sinarnya.

"Ada apa dengan lukisan itu?" Jawabku sambil mengamati purnama yang mulai bertengger tepat di atas kepalaku.

"Amati dengan rasa sayang, lukisan itu laksana dua manusia yang saling bergandengan tangan, seperti kita saat ini, kau tahu maknanya?". Aku hanya mampu mengeleng. " Itu maknanya keabadian, ia terus berotasi dengan bumi berhari-hari tetap mesra bergandengan hingga akhirnya mampu hadir sempurna malam ini, ia melupakan terkadang bayangan diri hanya separoh yang dinikmati manusia, tapi genggam tangan tak terlepaskan, begitu pun dengan kita, mulai hari ini kita perkuat genggam tangan kita mencapai purnama meski kita tak bersayap, nyakinkan dalam hatimu bisa" mata Bayu terus menatap lukisan pada purnama yg semakin jelas tergambar.

Aku tak mampu bersuara gejok bathin mengaduk-aduk jiwaku, mengkoyak kepedihan yang lama tertoreh, dan aku hanya mampu tersenyum ketika matanya menatapku lekat-lekat. Air mataku jatuh ketika tangannya merengkuh pundaku dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Bahu yang tak terlalu kekar dan teramat lama ku abaikan, sebab aku sibuk menutup luka di atas luka. "Iya aku percaya" jawabku singkat tak mampu lagi mengemas kata lebih panjang lagi.

Diusapnya butiran air mata yang jatuh di kedua pipiku. "Maafkan aku sayang tulus aku meminta maaf padamu". Aku mengangguk, semoga menjadi surga untukku, semoga menjadi berkah untuk anak cucuku. Purnama sudah mulai condong ke barat, angin malam pun tak bersahabat lagi, serpihan-serpihan luka ku kubur dalam-dalam kucium tangannya ikhlas semoga menjadi membuka jalan kami berdua.

Bayu, adalah sosok lelaki yang optimis, pantang menyerah dan pandai berkata-kata, meski sedikit susah bergaul. Dan aku memilihnya dengan sadar, setelah dua tahun mencoba mengeluarkan satu nama yang tersimpan dalam diam di jeruji hati. Mungkin ia tak mencari ku sepucuk surat pun tak terbalas, dan teramat jauh jarak bisu diantara kita. Aku menyakini bahwa Bayu bisa menjadi iman untuk ku dan pelindung penuntun surga. Qodho dan qodhar sudah tertulis di yaumid mahfud jauh sebelum aku lahir di dunia. Itulah gambaran hidup yang tertulis di al Qur'an bahwa takdir manusia sudah ditetapkan sang Maha Kholik.

Pagi itu, embun pagi singgah di balik jendela kamarku, sedikit berkilau karena sentuhan mentari pagi, beberapa nohtah bergulir menyentuh tanah karena semilirnya angin pagi yang menggoyang kan daun kaca piring. Ku tatap lekat sangat lekat, embun itu selalu hadir setiap pagi sebagai proses alam yang natur, datang, hilang, datang dan hilang kembali manakala mentari mulai menyengat dan angin menghampiri. Persis seperti lakon kehidupan.

"Apa yang kau renungkan Gayatri??" Suara Bayu memecahkan lamunanku, kedua tangannya memegang pundakku dan membalikkan tubuhku, kemudian memelukku erat-erat. "Kau belum ikhlas memaafkan kekhilafan ku, langkah ku teramat berat bila kau tak ikhlas" lirih suara Bayu tapi terdengar. Suara pedagang roti keliling membaurkan gemercik hati yang bergolak, dan aku tak mampu menjawab pertanyaan Bayu, biarkan ini menjadi urusan hatiku.

Bayu mengecup keningku dengan mesra dan tak memaksa jawaban pertanyaan dariku. Ku tutup jendela kamar persis ku sudahi menutup luka pagi ini sudah diniatkan mengawali hidup dengan cerita baru. Biarkan yang telah terjadi, semoga gambaran pitutur Bisma dan Dewi Srikandi menjadi Bengala kehidupan.

Kau tetap menjadi kau, satu nama yang pernah mengisi hatiku, dan aku ikhlas memaafkan Bayu sebagai jalan menuju surga. Ku peluk erat-erat tubuh Bayu dengan suara tersendat akhirnya meluncur kalimat dari bibirku "aku ikhlas memaafkanmu, semoga menjadi jalan lapang untuk kita" Bayu tak menjawab ia hanya kembali memelukku dengan erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun