Mohon tunggu...
Ninditha Nur aisyah
Ninditha Nur aisyah Mohon Tunggu... Lainnya - Dulunya mahasiswa

dibuat sama mahasiswi semester 5 yang belum dapat apa-apa dan saat ini sedang kuliah daring karena corona!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cintaku Keras Kepala Untukmu yang Tak Punya Isi Kepala

11 November 2021   11:11 Diperbarui: 11 November 2021   11:18 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christian Lue on Unsplash   

Sedetik pun tak bisa kualihkan mataku dari ponsel yang sedari tadi ku genggam ini. Menanti notifikasi pesan darimu menjadi sebuah ritual yang selalu aku lakukan. Seperti malam ini, di bawah sinar rembulan yang berwarna keperakan aku menanti pesan singkatmu, bolak balik aku cek last seen whatsappmu tapi, belum juga ada notifikasi masuk. Aku berniat memulai lebih dahulu, tapi ah, mau ditaruh di mana mukaku? Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri penantian semu yang menjemukan ini. Di luar dingin, makin larut udara makin menusuk.

"Selamat malam, malam. Ternyata tak ada yang merindukanku lagi kali ini." Gumamku pada malam yang sedang menyanyikan lagu sunyi.

Entah sudah berapa abad aku masih memiliki rasa yang sama padamu dan kamu juga masih bersikap sama padaku. Sejak SMA kita sudah biasa bersama. Membagi suka, duka, canda dan juga tawa semua kita nikmati bersama. Namun kini seolah sirna. Makin lama makin jauh saja. Tanpamu aku seperti hilang arah, mengikhlaskanmu menjadi sesuatu yang sangat menyiksa batinku. Akhirnya kuputuskan untuk menetap dengan rasa yang sama.

"Aku merindukanmu." Bentakku saat kita bersua di stasiun kereta satu tahun lalu.

"Ya, aku lebih merindukanmu." Katamu sambil mendekapku dengan lembut.

Cinta dan benci menguasai seluruh sadarku. Aku benci dengan sikapmu yang seolah mengistimewakanku. Sejak dulu kau membuatku yakin bahwa Tuhan mengirimmu kepadaku untuk merasakan apa itu cinta. Lebih tepatnya merasakan cinta sekaligus benci yang membaur menjadi satu  senyawa yang tak bisa dipisahkan lagi. Aku memilihmu lagi, lagi dan lagi. Tapi apakah kau benar-benar mencintaiku?

Badai dan pelangi yang selalu datang silih berganti itu kini menjadi sebuah kenangan tak terlupakan. Tepat setelah aku membuka mataku dari penantian yang menjemukan, dari harapan-harapan yang kau berikan, semua kini harus diikhlaskan. Saat ini aku mulai mempertanyakan semua kelakuanku. Sebenarnya aku yang mencintaimu tanpa menggunakan isi kepala atau memang kau yang tak punya isi kepala? Sekeras apa pun aku berusaha untuk mempertahankanmu di sisiku, tetap saja kau akan pergi juga.

Aku tahu semua orang memang berhak untuk memilih ataupun dipilih. Seperti kamu dan aku saat ini. Dan ya tentu saja semua yang kita pilih adalah yang terbaik versi kita, bukan? Apa kau tahu? Setelah kau memilih untuk meninggalkanku untuk selamanya dan menyudahi hubungan ini, rasanya aku menjadi seseorang paling payah di dunia ini. Apa aku seburuk itu untukmu? Hingga kau enggan menjadikan aku tempat pulang? Agaknya kamu sudah menjatuhkan pilihanmu yang baru. Pada wanita yang kau anggap lebih baik dari diriku. Adilkah yang demikian itu? Bukankah dulu kau berkata bahwa aku wanita unik yang tiada duanya? Wanita apa adanya yang kau cinta selamanya? Nyatanya aku kalah pada wanita lain yang kau kenal kemarin sore di kampus barumu.

 "Hey hentikan! Apa kau tidak berpikir bahwa ini sangat menyakiti hatiku? Andai kau berpikir mungkin kau tak akan melakukan ini padaku. Hilang tanpa kabar, lalu dengan seenak jidat mengirim sebuah undangan. Apa kau pikir ini lucu?"

"Maafkan aku jika ini menyakitimu. Tapi bagaimanapun juga, aku sudah berusaha membuatmu untuk tidak jatuh terlalu dalam padaku. Kau memang istimewa, dan aku memang mencintaimu tapi itu dulu. Bahkan sebenarnya aku sudah lupa apakah aku mengatakan cinta kepadamu? Yang aku ingat, kau selalu menemaniku dan menjadi sahabat terbaikku. Itu saja." Jawabmu dengan raut wajah tanpa dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun