"Membaca bukan beban, tapi kebutuhan. Jadikan membaca sebagai gaya hidup."
Baru-baru ini viral berita ratusan siswa di Buleleng Bali belum lancar membaca. Dilansir dari Detik,Bali Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng I Made Sedana, Rabu (9/4/2024).mengungkapkan bahwa data yang dihimpun dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Buleleng terdapat sekitar 400-an siswa SMP yang mengalami kesulitan membaca. Ratusan siswa tersebut berasal dari 60 SMP di Kabupaten Buleleng.
Berita itu sangat mengejutkan semua pihak, termasuk penulis yang sehari-hari mengajar Bahasa Indonesia di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi. Bagi dunia pendidikan hal ini merupakan tamparan yang cukup keras. Ada apa sebenarnya dengan dunia pendidikan di Indonesia sebenarnya?
Tulisan yang akan saya sampaikan ini bukan bermaksud menghakimi siapa pun. Tulisan ini hanya opini pribadi dilihat dari kaca mata seorang guru Bahasa Indonesia. Kebenaran opini ini masih perlu pembuktian dan penelitian yang valid dari pemerintah.
Membaca, menulis dan berhitung merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap siswa lulusan sekolah dasar. Pelatihan membaca harus terus menerus dilakukan mulai dari kelas bawah yaitu kelas 1 sampai dengan kelas 3. Kemampuan dasar di tingkat rendah ini meliputi: memahami huruf, pelafatan bunyi huruf, memahami suku kata dan makna kata, Â kalimat pendek, memahami kalimat-kalimat pendek, dan memahami teks sederhana. Kemampuan membaca di kelas atas yaitu kelas 4,5 dan 6 lebih meningkat lagi, yaitu: membaca lancar, membaca kritis, memahami isi bacaan, menyimpulkan isi bacaan, memahami berbagai teks bacaan, membaca dengan tujuan tertentu, memahami kosa kata, memahami struktur kalimat dan menuliskan ide dalam bentuk tulisan.
Apa penyebab siswa tidak lancar membaca?
Dengan kasus yang viral di Buleleng tersebut, rasanya patut kita kaji kembali apa yang menyebabkan anak masih belum bisa membaca saat dia sudah lulus SD.
- Tes diagnostik awal di setiap tingkatan kelas tidak dilaksanakan
Tes diagnostik awal yang dilakukan di tiap tingkatan kelas ini akan memberikan informasi tentang pengetahuan awal siswa, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki siswa. Guru juga akan menemukan kesulitan belajar yang dihadapi siswa, gaya belajar yang biasa dipakai siswa agar guru mampu memberikan model pembelajaran yang sesuai. Hasil tes diagnostik awal ini juga dapat dijadikan patokan guru dan orang tua melakukan intervensi dini pada siswa, misalnya: ada siswa yang tidak bisa membaca karena dia disleksia (gangguan belajar yang menyebabkan kesulitan membaca, menulis, mengeja, dan berbicara). Hasil tes ini juga dapat digunakan untuk patokan membuat rencana pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan kebutuhan siswa. - Miskonsepsi tentang konsep pembelajaran tuntas
Pembelajaran tuntas adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa memahami tujuan pembelajaran secara tuntas dan mendalam. Guru harus memberikan program remedial kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan. Jika dikaitkan dengan masalah kemampuan membaca, guru di kelas bawah harus meyakinkan bahwa semua siswa sudah mencapai kemampuan membaca sesuai komptensinya. Jika belum, guru wajib memberikan jam khusus bagi siswa yang belum lancar membaca. Demikian pula di kelas atas. Jika ada siswa yang belum tuntas maka guru wajib memberikan remedial agar siswa tersebut tuntas sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. Fakta yang terjadi di lapangan, pembelajaran tuntas itu dianggap semua siswa naik kelas meskipun penguasan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa belum tercapai semua. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab siswa yang melanjutkan ke jenjang SMP masih belum lancar membaca. - Kurangnya motivasi pada literasi dasar baca tulis
Literasi merupakan kemampuan membaca, menulis, dan mengolah informasi yang mencakup keterampilan berpikir kritis, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Kegiatan literasi dewasa ini sedang marak di berbagai tingkatan dan kalangan. Sekolah sebagai salah satu wadah pengembangan literasi hendaknya memiliki program yang menyeluruh, terus menerus kepada seluruh warga sekolah khususnya siswa. Sekolah harus menyiapkan sarana buku bacaan yang memadai, menarik, dan mengundang minat baca siswa. Sekolah juga sepatutnya menyiapkan perpustakaan sekolah yang nyaman. - Tidak terdeteksi siswa yang memiliki kekhususan
Kemampuan membaca pastinya berkaitan dengan organ-organ tubuh manusia. Ada anak yang tidak mampu membaca karena faktor jasmani dan harus ditangani secara khusus. Masalah-masalah kekhususan itu antara lain: masalah pendengaran, disleksia, Afasia, gangguan penglihatan dan sebagainya. Jika siswa dapat terdeteksi lebih awal maka guru dan orang tua dapat melakukan intervensi dengan berkonsultasi kepada ahlinya. - Lingkungan rumah kurang mendukung terciptanya budaya baca
Rumah merupakan tempat pertama siswa menumbuhkan kemampuan membacanya. Kemampuan itu dapat diajarkan oleh ayah atau ibu di rumah. Orang tua juga harus menciptakan lingkungan rumah yang memungkinkan anak gemar membaca, seperti: perpustakaan keluarga, sarana buku bacaan yang sesuai dengan kondisi dan usia anak, dan budaya baca yang diciptakan setiap hari.
Permasalahan siswa SMP yang belum lancar membaca adalah tantangan serius yang harus segera ditangani oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Dengan upaya bersama, diharapkan setiap siswa dapat memperoleh haknya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan menguasai kemampuan dasar seperti membaca.
Jika upaya itu dilakukan Bersama, serentak dan terus menerus, tidak aka nada lagi siswa SMP tidak lancer membaca.
Referensi
Kusuma, Made Wijaya. 2025. Miris Ratusan Siswa SMP di Buleleng Belum Bisa Membaca. https://www.detik.com/bali/berita/d-7861343/miris-ratusan-siswa-smp-di-buleleng-belum-bisa-membaca?utm_source=chatgpt.com
Tim Medis Sloam Hospital. 2024. Apa itu Disleksia. https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-disleksia