Namun aku harus bangkit. Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Aku tidak boleh menyesali takdir yang sudah Tuhan berikan kepadaku. Anakku adalah titipan Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga. Anakku pula yang kelak akan menunjukkan jalan kami menuju surgaNya.
Saat itu aku sadar,Ma. Aku harus bangkit. Aku ajak suamiku untuk berdiskusi dan menentukan tindakan yang harus kami lakukan. Karena kekompakan dan kekuatan kami adalah modal utama dalam menghadapi setiap masalah.
 Langkah pertama  kami  adalah menerima dengan ikhlas semua keadaan anakku. Hal itulah yang akan membuat hati kami kuat dan mampu menepis setiap pandangan negatif dari lingkungan sekitar.
Setelah itu kami membelikan alat bantu mendengar buat Alia ,Ma. Bisa Mama bayangkan anak usia dua tahun harus menggunakan alat bantu mendengar. Saat itu dia selalu melepaskan alat bantu mendengar dan melemparkannya jauh. Aku selalu menangkap alat itu agar tidak jatuh. Jika alat itu jatuh pasti akan rusak sementara harga alat itu cukup mahal untuk ukuran kami. Butuh waktu  satu tahun untuk membiasakannya menggunakan alat bantu tersebut.
Setelah  itu  aku mendaftarkan anakku ke tempat terapi wicara. Betapa miris hatiku saat melihat pertama kali dia berada di ruang terapi. Dia menangis sepanjang sesi latihan. Aku tidak boleh masuk atau melihat dari jendela karena dia pasti meminta keluar. Tiga bulan pertama hal itu terus terjadi.
Ma, aku mengikutkan anakku terapi seminggu dua kali. Aku harus bisa membagi waktu antara tugasku mengajar dan tugasku membawanya terapi. Alhamdulillah, teman-temanku mendukung, Ma. Mereka tidak protes jika aku harus terpaksa pulang duluan untuk membawanya  terapi.
 Diam-diam aku memperhatikan bagaimana cara para terapis itu melatih Alia . Kemudian aku menerapkannya di rumah. Aku membuat media pembelajaran buatnya dari berbagai benda. Ada yang aku buat sendiri dan ada yang aku beli. Aku lakukan dengan cara bermain saat aku mengajarkan satu konsep kata.
Setiap detik saat aku bersama anakku, aku jadikan waktu untuk belajar.Sementara suamiku hanya sesekali menemani belajar  karena harus mencari uang.  Alhamdulillah anakku menunjukkan progress yang cepat. Kosa katanya semakin bertambah.
 Para terapisnya pun kagum akan perkembangan bicaranya. Ya, aku memang bertekad untuk melatih  berbicara sendiri. Aku yakin dia akan tumbuh menjadi anak normal karena motorik dan kognitifnya pun normal.
Selain mengikuti terapi, Â aku memasukan dia ke Paud di komplek rumahku. Saat itu usianya 3 tahun.Tujuannya agar perkembangan sosialnya ikut berkembang. Aku bahagia karena anakku tumbuh menjadi anak yang percaya diri, Ma.
Saat usia Alia  lima tahun setengah, dia sudah mogok terapi. Saat itu dia sudah pandai berbicara meskipun harus pelan-pelan. Aku dan suamiku memutuskan untuk menghentikan terapinya. Kami berencana untuk memasukannya ke TK.