Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunga Bukit Randu

5 Maret 2021   18:05 Diperbarui: 5 Maret 2021   18:21 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat tiba di depan pintu rumah, aku melihat sesosok tubuh terbujur kaku tak berdaya. Aku melihat bu Rena duduk di samping jenazah ditemani Hadi, adik Hani. Bu Rena menangis sambil membaca surat Yasin. Beberpa ibu pun sedang membacakan surat Yasin untuk mendoakan Hani.

"Ini ada apa Bu Rena?" tanyaku sambil mendekati bu Rena.

"Bu Aina, Hani sudah tiada." jawab bu Rena sambil memelukku dan menumpahkan tangisnya. Aku balas memeluk bu Rena erat.

"Sabar ya Bu.  Seperti mimpi rasanya. Kemarin aku masih ngobrol dengan Hani di rumah. Malah kami berjanji untuk pergi ke sekolah sama-sama," ujarku sambil menangis pelan.

Sesaat aku dan bu Rena berpelukan dan saling menguatkan. Kemudian aku membuka tutup kain yang menutupi wajah Hani.

"Hani...mengapa kamu bohong ke ibu. Pagi ini kita berjanji akan pergi ke sekolah sama-sama. Dan nanti sore kita juga akan membuat kue singkong seperti buatan bunda," kataku sambil menahan tangis.

Aku melihat wajah Hani begitu lembut. Senyumnya terlihat manis. Dia pergi tanpa beban. Insya allah kepergiannya disambut oleh para malaikat yang akan mengantarkannya menuju Jannah. Insyaallah kepergian Hani khusnul khotimah

"Mengapa kamu cepat meninggalkan ibu, Hani?  Bukankah kita mempunyai banyak rencana buat desa ini? Kita akan mendirikan taman bacaan. Kita akan membuat bank limbah plastik. Sekarang ibu tidak punya teman diskusi , Hani," ujarku pelan sambil memandang wajah Hani.

Wafatnya Hani mengejutkan semua penduduk desa. Hani memang tak menunjukkan tanda-tanda apa pun. Kemarin Hani masih mengikuti kegiatan di karang taruna dan juga membimbing ibu-ibu di kelas belajar.

Aku melihat ratusan orang datang melayat ke rumah keluarga pak Haikal. Aku melihat pak Haikal sangat tenang menerima takdir wafatnya Hani, putri kesayangannya. Berbeda dengan bu Rena. Dia menangis terus di samping jenazah Hani. Aku selalu menemani bu Rena. Aku tahu, dia sangat kehilangan Hani yang pergi tiba-tiba.

Hari itu desa Bukit Randu berkabung. Seorang bunga yang sangat peduli kepada kemajuan desanya telah pergi tanpa diduga. Seorang gadis belia yang sangat ramah, ringan tangan dan dermawan telah pergi dengan meninggalkannya banyak perubahan di desa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun