Mohon tunggu...
Antonina Suryantari
Antonina Suryantari Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengajar Bahasa yang suka menulis

Saya adalah seorang pengajar bahasa yang sedang belajar menulis lebih banyak. Terima kasih sudah mampir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Bersama di Sekolah Tanpa Pagar

17 November 2018   15:57 Diperbarui: 17 November 2018   16:03 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-20181117-161216-5befde00aeebe13d691dc412.jpg
img-20181117-161216-5befde00aeebe13d691dc412.jpg
Sudah hampir satu semester saya menjadi bagian dari komunitas pembelajar SD experimental Mangunan Yogyakarta, sekolah yang didirikan oleh almarhum budayawan Mangunwijaya. Beliau percaya bahwa tugas mendidik anak itu perlu dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan sekolah. Rasanya ide ini keren dan berasa memang harus dilakukan. Namun demikian, percayalah, pelaksanaannya setengah mati sulitnya.

Sekolah ini tidak berpagar dan dekat sekali dengan rel kereta api. Sekolah ini juga tidak bergedung AC, tidak menuntut pencapaian akademik yang gemilang, dan tidak pernah menghukum siswa. Unik ya. 

Beberapa orang tua calon siswa baru menyatakan kekhawatiran mereka tentang ketiadaan pagar dan keselamatan para siswa. Pihak sekolah menjawab dengan menyatakan bahwa kemampuan melihat sekitar dan waspada itu bagian dari kesadaran akan diri sendiri, salah satu tujuan pendidikan pertama di sekolah ini. Anak bukan dikurung di gedung bagus dan dilela-lela, mereka diminta mengenal diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar mereka. Pengenalan diri dan lingkungan sekitar ini termasuk melihat apa yang ada di sekeliling mereka, apa manfaatnya dan apa bahayanya. 

Nah, yang belajar begini tidak hanya anak. Orang tua juga harus belajar. Sekolah ini berada di tengah kampung. Maka, kami orang tua tidak bisa asal antar anak lalu ngebut kabur. Kami harus membuka jendela mobil atau kaca helm, mengangguk permisi pada penduduk, bahkan kalau perlu basa-basi. Sudah beberapa kali orang tua siswa baru ditegur sekolah karena ada mobil pengantar yang ngebut di jalan kampung. Karena kami ingin anak-anak kami belajat bermasyarakat, kami juga harus menerima kritikan ini dan belajar meluangkan waktu untuk sejenak menyapa bahkan ketika kami sedang terburu-buru. Repot ya? Hehe. Ini repot sedap. Menyenangkan lho menyapa orang itu. Seberapa seringkah kita menyapa orang asing dan mendapat tanggapan ramah? SD Mangunan mengajar siswa dan orangtua untuk tidak lupa cara menjadi ramah.

Hal lain yang sulit untuk dilakukan adalah terlibat. Orang tua sangat dilibatkan dalam kegiatan belajar di Mangunan. Bagi saya ini sulit dilakukan karena saya sibuk sepanjang minggu dan saya adalah orang tua tunggal. Namun demikian, saya mencoba tetap ikut berkegiatan satu dua kali. Dan ternyata menarik. Ada satu acara ngobrol bersama para orang tua di mana kami membicarakan soal kegiatan belajar ke tempat lain. Sekolah lain memilih rapat sendiri, mengedarkan edaran iuran wajib, dan memberi pengumuman apa yang harus dibawa. Cara yang cepat, praktis, dan tampak lebih efektif. Tidak demikian dengan sekolah ini. Kami bicara bersama, orangtua dan guru duduk bersama, membicarakan dana, mencari celah di mana bisa menghemat, dan membuat keputusan bersama. Itu sulit sodara-sodara. Sebagian besar dari kita terbiasa dengan kepraktisan, males rapat lama, males mesti mendengar pendapat yang beda, dll. Acara kongkow bareng ini benar-benar yahud. Dana yang cukup besar dibicarakan bersama dan beberapa orang tua menyatakan kesediaan untuk membantu. Hasilnya, besaran uang iuran per siswa untuk KBM keluar ini turun drastis. Hebat ya.

Satu hal lagi yang cukup berat untuk diterima dengan lapang hati adalah 'kesantaian' KBM. Sekolah ini percaya bahwa anak yang senang belajar akan mampu belajar apapun. Anak-anak ini tidak belajar dengan tenang di kelas. Anak-anak didorong untuk terbuka dan bertanya. Bahkan ada pelajaran khusus untuk itu, ya itu Kotak Pertanyaan. Di hari tertentu, mereka boleh bertanya apa saja. Salah satu pertanyaan murid di kelas anak saya adalah soal di mana dinosaurus tinggal. Guru dituntut untuk juga terbuka. Saya sering kagum melihat betapa para guru bisa merespon cerita-cerita anak-anak yang sering dianggap receh seperti soal peliharaan, rencana liburan, mainan baru, dan sebagainya. Hampir tidak ada drill hapalan di sekolah. Anak diajari untuk mengerti bukan menghapal. Tentu saja ini lebih lama dari menghafal dan lebih riuh karena anak-anak mengerti dengan cara mereka masing-masing. Dan mengerti itu tidak bisa dipaksa, jadi suasana yang tidak menekan alias santai menjadi ciri lain sekolah ini.

Para orang tua yang mengejar nilai akademis tentu tidak cocok dengan gaya sekolah ini. Yang mengejutkan, ternyata banyak juga orangtua yang tidak mengutamakan nilai akademik di jaman penuh kompetisi ini. Hari ini kelas anak saya mengadakan kerja bakti orangtua yang diikuti dengan acara rapat bersama. Beberapa kecemasan soal akademis sempat muncul yang kemudian diredakan oleh orangtua lain yang menyatakan bahwa anak-anak mereka bahagia di sekolah. Saya sendiri memilih Mangunan karena melihat diri saya sendiri. Di jenjang pendidikan dasar, saya termasuk anak tertib, tetapi saya merasa tidak merdeka karena kebahagiaan saya tergantung pada pencapaian saya. Saya juga merasa bahwa saya jadi lebih sering membandingkan diri dengan orang lain. Saya ingin anak saya menjadi manusia yang bahagia dan merdeka. Salah seorang orang tua lain juga bercerita tentang kisah hidupnya menjadi anak berprestasi hingga SMA dan kemudian bingung ketika sudah kuliah. Dia merasa bahwa kebahagiaannya hanya ada pada pencapaian nilainya dan beliau tidak ingin putranya mengalami hal yang sama. Bagi saya ini menarik. Ternyata ada banyak orang tua yang sepaham dengan saya dan saya bersyukur saya berada dalam komunitas ini.

Sekolah ini tidak bebas kekurangan. Namun demikian, sekolah ini juga memberi ruang untuk kritik dan saran. Bagi saya, sekolah ini sudah berhasil mendidik tidak hanya anak, tetapi juga orangtua. Hal yang sudah jarang ditemui di masa kini di mana uang adalah pendidik utama. Orangtua membayar, orangtua mengantar, orangtua bangga akan pencapaian yang bingar.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun