Mohon tunggu...
Nina Fajriah
Nina Fajriah Mohon Tunggu... Blogger - https://bonadapa.com/perihal/

Palembangnese

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sederhana Peduli Lingkungan

2 Agustus 2019   14:36 Diperbarui: 2 Agustus 2019   14:52 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari dari https://unsplash.com/

Setelah melepas anak-anak ke sekolah, saya menyempatkan diri membaca headline di sebuah portal berita online. Inti berita adalah tentang Gubernur Anies yang menginstruksikan kenaikan tarif parkir di Jakarta. Tak ada asap jika tak ada api. Keputusan Anies ditenggarai efek pemberitaan situs pengukur udara, Airvisual, yang menyatakan bahwa Jakarta adalah kota dengan udara paling buruk di dunia. Kebijakan Anies rupanya tidak sebatas menaikkan tarif parkir saja. Namun perluasan ganjil genap dan pengawasan cerobong industri aktif turut diperketat demi menyelamatkan kondisi udara Jakarta.

Tapi artikel ini tidak akan mengomentari kebijakan Anies. Saya malah ingin berkontemplasi. 

Lain Jakarta Lain Palembang

Kebetulan, saya tinggal di Palembang. Dibandingkan Jakarta, udara di Palembang memang terasa lebih segar. Namun beberapa tahun terakhir, permasalahan yang terjadi adalah banjir dan macet. Kemacetan sering terjadi di jam-jam tertentu dan titik tertentu, meski tak jarang juga macet terjadi di waktu dan lokasi yang random. Untuk hal ini, pemerintah Kota Palembang berupaya mengatasi. Setidaknya di jam dan lokasi rawan macet, ada Polisi yang mengatur arus lalu lintas agar kemacetan tidak semena-mena.

Namun jika hari sudah hujan, semua pengguna jalan di Palembang bisa jadi berpasrah. Ini karena, banjir rawan terjadi di banyak titik di Palembang. Ketika banjir terjadi, suara-suara sumbang terdengar. Banyak hal dihakimi. Mulai dari pembangunan yang tak terencana dengan baik, hingga sistem drainase yang tak mumpuni. Namun ada hal nyata yang pernah saya lihat dengan mata kepala saya sendiri.

Adalah sebuah aliran sungai kecil yang dibatasi bendung mengalir di tengah pemukiman di Palembang. Suatu hari ketika saya sedang berkendara, saya melihat seorang ibu tergopoh-gopoh berjalan ke arah sungai sambil membawa gentong yang tampaknya cukup berat. Lalu tanpa rasa bersalah, ia tuang isi gentong ke aliran sungai, seolah hal tersebut telah rutin ia lakukan.

Yang saya tidak habis pikir, Ibu itu pasti bermukim tidak jauh dari sungai bendung. Dan jika hujan deras, kawasan tersebut memang langganan tergenang banjir. Lalu jika saban hujan terkena banjir, kok masih bisa-bisanya sang ibu membuang sampah di aliran sungai, padahal yang duluan akan terkena banjir adalah dirinya sendiri?

Terkadang kita terlalu sibuk menilai-nilai hal-hal yang di luar kuasa kita, namun abai untuk menilik ke diri sendiri. Setting goal peduli dengan bumi, itu sah-sah saja. Ikut mensukseskan earth hour, ya monggo. Repot dengan isu kantong pelastik atau sedotan non pelastik mana yang akan kita gunakan supaya mengurangi penggunaan pelastik, itu bagus. 

Tapi jangan lalai bahwa peduli akan bumi bisa dimulai dari peduli dengan lingkungan sekitar kita. Membuang sampah pada tempatnya. Menanam pohon di halaman kita. Membersihkan aliran got di sekitar rumah secara berkala, dan lain sebagainya.

Memupuk Peduli Lingkungan Sedari Dini

Gambar dari https://unsplash.com/
Gambar dari https://unsplash.com/
Suatu hari ketika kami sedang liburan di Singapura dan makan di salah satu restoran cepat saji, sulung saya (10 yo) tertegun melihat orang-orang disana membereskan meja, dan membuang sendiri sampah sehabis makan pada tempatnya. Lalu ketika kembali ke Indonesia, ia juga tergerak untuk mempraktekkan hal yang sama.

Di beberapa negara lain, membereskan meja dan membuang sampah sendiri ketika makan di restoran cepat saji adalah hal yang biasa-biasa saja. Di Indonesia, akan ada saja yang berkata "Kan sudah ada pegawai yang digaji, ngapain repot-repot membersihkan sendiri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun