Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KPR untuk Mahasiswi Kedokteran

13 Oktober 2017   20:07 Diperbarui: 13 Oktober 2017   20:22 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : maybank.co.id

Ketika anak-anak masih kecil, Bu Hari yang PNS, ambil tawaran KPR, waktu itu nama nya kalau tidak salah Perumnas. Keluarga kecil itu ingin ber-investasi. Padahal menjadi guru sebelum ada program sertifikasi, sangat layak disebut sebagai pekerjaan pengabdian. Beban kerja berat dengan gaji relatif kecil. Namun demi investasi, harus bisa menyisihkan gaji untuk angsuran KPR. Rumah Perumnas tidak pernah ditempati, lebih sering dikontrakkan, bahkan sesekali kosong tanpa penghuni. Kondisi kurang produktif itu tak dipermasalahkan, karena memang tujuannya untuk investasi.

KPR Perumnas lunas. Si sulung , Tika (ndc) kuliah di perguruan tinggi  kemudian si bungsu, Rani (ndc)   menyusul. Ternyata mereka kuliah pada jurusan yang sama : kedokteran. Bagaimana uang kuliah dan biaya hidup anak-anak?  Itulah PR Pak Hari dan istri.  Bayangkan, dua orang lho, nge kos di dua kota besar, kuliah di fakultas kedokteran PTS. Untuk seorang ayah dengan pekerjaan guru swasta, berani ambil tanggung jawab ini,  wow! Sungguh sesuatu!

Bu Hari,  Ibu Guru mata pelajaran Ekonomi, melancarkan jurus andalan : memaksimalkan semua potensi, menekan pengeluaran seminimal mungkin. Strategi nya, menjual aset yang kurang produktif untuk modal membeli properti yang potensial.

Akhirnya rumah perumnas dijual. Uangnya digunakan untuk uang muka pembelian rumah di kota besar tempat Rani kuliah. Tentu saja kurang. Uang dari daerah dibelanjakan di kota besar, ya.. wajarlah tidak mencukupi.  Untuk menutup biaya,  mereka ambil KPR (lagi).  Kali ini tujuannya lebih lengkap. Untuk rumah tinggal Rani, investasi, sekaligus usaha produktif. Yaitu kos-kosan.

Selanjutnya, satu kamar ditempati Rani, sementara kamar lainnya disewakan. Jika  ada 5 anak kos  dengan tarif  Rp. 5.000.000 ( lima juta rupiah)  per tahun,  maka uang sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) masuk kantong dalam satu tahun.

Jika dicermati dari sudut pandang Pak dan Bu Hari, sebenarnya ada dua jenis pemasukan di sini. Yang pertama dari uang kos,  kedua dari penghapusan/ penghematan  biaya kos Rani yang jika tidak memiliki rumah maka harus bayar kos, lima juta rupiah per tahun. Jadi jika ditotal, penghasilan per tahun sebenarnya nya lebih dari dua puluh lima juta rupiah.

Uang kos-kosan dikelola Rani.  Kata Pak Hari, bisa jadi pada waktu itu anaknya adalah ibu kos termuda yang dia temui. Baru lulus SMA! Meskipun tergolong ABG, Rani mampu mengelola usaha dengan baik. Buktinya, biaya hidup dan beberapa uang kuliah dia cukupi. Pak Hari dan istri tetap mengirimkan uang, tetapi tidak seratus persen seperti kepada Tika, yang disubsidi penuh oleh orang tua.

KPR yang kedua ini, menurut Pak Hari berperan besar mengantarkan anaknya menjadi dokter.

Maybank Rumah Syariah, Membeli Rumah dengan cara lebih Menentramkan

Cerita Pak Hari, membuktikan bahwa jika dikelola dengan baik, KPR bisa memberikan manfaat berjenjang. Pemenuhan kebutuhan pokok/papan, sarana investasi,  dan ketiga menjadi sarana meningkatkan penghasilan yang cukup produktif.

Kiat Pak Hari sepertiya layak ditiru. Saya jadi tertarik dan ingin mengambil KPR.   Nah .. saya ingin mewujudkan impian ini dengan KPR Maybank Rumah Syariah iB.  Fasilitas pembiayaan yang berbeda dengan mekanisme pada bank konvensional. Nama nya juga bank syariah, jadi unsur kerjasama antara pihak bank dengan nasabah,  sangat kuat. Dengan mekanisme ini, kita terhindar dari unsur riba. Inilah yang membuat hati tenang tentram. Apalagi jangka waktu KPR maksimal 20 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun