Sebagai seorang dokter hewan dan pencinta satwa liar, saya seperti menemukan rumah kedua saat memandangi lukisan "Freedom" karya Agus Wicaksono dari Magetan ini. Ada kegembiraan yang muncul spontan, seperti saat melihat sayap-sayap burung yang membentang, unggas yang berdiri tenang dan berbagai binatang lain berkumpul. Namun, ada juga rasa haru, bahkan getir, saat menelusuri setiap detail lukisan ini.
Lukisan "Freedom" ini penuh kehidupan, secara harfiah. Kita disambut oleh parade visual satwa liar. Mulai dari singa yang garang, jerapah yang anggun, zebra, bison, gorila, hingga burung-burung eksotis dan unggas lainnya. Ular, kadal dan bunglon pun muncul di kerimbunan hutan, Â berdampingan dengan tumbuhan liar seperti kantong semar dan bunga rafflesia. Semua terasa hidup dan subur dalam satu ekosistem visual yang harmonis.
Tapi, di bagian bawah lukisan ini, tiba-tiba kita diajak berhenti oleh Agus Wicaksono. Di sana terdapat sisa-sisa tengkorak burung, tulang belulang, dan tanduk yang tak lagi bertuan. Awalnya, saya merasa berat. Mengapa di lukisan yang berjudul Freedom, yang artinya kebebasan, justru ada jejak kematian?
Namun semakin saya renungkan, justru di situlah letak kekuatan dan makna lukisan ini. Kebebasan sejati bagi flora dan fauna di alam bebas bukan berarti hidup abadi atau tanpa ancaman. Freedom bagi mereka adalah hak untuk hidup dan mati secara alami, dalam siklus yang tak diatur manusia.
Seekor burung boleh terbang sejauh langit membentang, seekor rusa boleh bebas memilih arah migrasinya, seekor tanaman tumbuh dari tanah yang ia pilih. Dan ya, suatu saat mereka akan mati. Tapi kematian itu adalah bagian dari siklus kehidupan yang jujur dan wajar, bukan karena perburuan, perusakan habitat, atau pencemaran oleh manusia Â
Tulang dan tengkorak yang hadir di lukisan ini, mungkin bukan dimaksudkan sebagai simbol kekalahan oleh pelukisnya. Mungkin justru penanda bahwa kehidupan di alam liar berjalan apa adanya. Bahwa kematian adalah bagian dari kebebasan, bukan dari keterpaksaan.
Lukisan ini pun memanjakan mata dengan penggunaan warna yang senada, seolah menyatukan flora dan fauna dalam satu spektrum kehidupan. Warna-warna hangat, organik, dan mendalam membuat kita merasa berada di tengah hutan tropis, tempat di mana suara alam menjadi simfoni kehidupan.
Agus Wicaksono menciptakan karya "Freedom" yang  sedemikian indah secara visual dan mengajak kita merenung serta refleksi diri. Apakah kita sudah membiarkan alam bebas benar-benar bebas?
Saya mengapresiasi lukisan ini sebagai karya seni yang menyentuh rasa, logika, dan nurani. Sebuah pengingat juga bagi saya bahwa jika kita mengaku mencintai flora dan fauna, maka kita juga perlu menghormati siklus hidup mereka seperti apa adanya.