Mohon tunggu...
Ni Made Sri Andani
Ni Made Sri Andani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A marketer and a mother of 2 children. Having passion on gardening, art and jewellery. Her professional background is Veterinary Medicine.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Menjadi Ibu bagi Anak ABG

22 Desember 2012   18:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:11 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13561997161368536402

Beberapa hari yang lalu anak saya mengikuti Study Tour ke Jogjakarta. Subuh-subuh ia berangkat dengan menumpang bus rombongan yang disediakan sekolahnya. Sebenarnya bukan sebuah peristiwa yang aneh. Setiap anak, pastinya suatu saat akan ikut Study Tour yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Toh saya juga melakukan hal yang sama semasa kecil dulu. Namun entah kenapa, yang namanya seorang ibu, selalu saja was-was memikirkan keselamatan anaknya.

Saya memastikan semua keperluannya terbawa dengan baik. Saya melarang ia membawa barang-barang yang kurang bermanfaat agar tidak terlalu berat. Saya juga memintanya berhati-hati dan menjaga dengan baikbarang bawaannya agar jangan ketinggalan. Salah satunya adalah buku tentang burung yangsaya dapatkan dari Inggris. Sebenarnya saya pikir kurang ada gunanya ia bawa ke sana. Tapi karena ia memaksa akan membacanya untuk membunuh waktu dalam perjalanan, akhirnya saya ijinkan juga asal dijaga dengan baik. Lalu saya juga sempat menelponnya dua kali selama perjalanan untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. Namun beberapa saatkemudian, setelah jam makan siang, signal telpon anak saya terputus. Sayapun mulai agak gelisah.

Kebetulan saat yang sama saya juga ada urusan kantor yang harus saya selesaikan di Jogjakarta. Saya berangkat sore dan tiba di Jogja dalam sejam. Saya coba telpon anak saya, namun belum bisa tersambung lagi.Apakah ia sudah sampai di Jogja? Apakah ia sudah makan malam? Alangkah sedihnya.

Semakin sedih lagi jika saya bandingkan dengan keadaan saya. Anak saya berangkat dengan naik bus, sementara saya naik pesawat. Anak saya menginap di hotel ala kadarnya, sementara saya menginap di hotel berbintang lima.Tentu saja semua karena fasilitas kantor yang saya terima. Namun akhirnya saya pikir-pikir kembali, memang sebaiknya iamenjalani kehidupan ini apa adanya. Tanpa perlu saya manjakan secara berlebihan.Dengan demikian ia akan tumbuh dengan normal seperti seharusnya.

Setelah mencoba menelpon beberapa kali tanpa hasil, akhirnya pada pukul sembilan malam saya berhasil tersambung dengan anak saya.Ia sudah sampai dengan selamat sampai di hotel dan kelihatan sangat menikmati perjalanannya dengan bis dan kebersamaannya dengan teman-teman sekolahnya. Ia juga sudah selesai makan malam. Namun yang cukup mengejutkan bagi saya adalah pertanyaan anak saya “Why do you keep calling me? What’s wrong?” tanyanya. Uups!. Sebenarnya agak sedikit kurang sopan pada orangtuanya, namun saya menghargainya karena ia berterus terang dengan pikirannya. Saya mulai berpikir, barangkali karena ia mulai besar sekarang. Dan anak laki mungkin malu jika teman-temannya tahu bahwa ibunya terlalu mengkhawatirkannya. Okey,akhirnya saya berhenti menelponnya.

Malam harinya, saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Kalau di rumah, ia sering asyik dengan laptopnya hingga larut malam, sehingga harus digubrak-gubrakin dulu baru mau berhenti,mandi dan tidur. Khawatir teman sekamarnya mendengar dan meledeknya sebagai “anak mami”, akhirnya saya kirimkan pesan saja kepadanyaagar jangan lupa mandi sebelum ketiduran. Yang dijawabnya pendek “Okay”.Lalu saya teringat kembali bahwa ia sangat sulit bangun pagi. Biasanya saya membutuhkan waktu5-10 menit di pagi hari hanya untuk membangunkannya. Jadi saya kirimkan pesan lagi agar jangan lupa menyalakan alarm pagi agar ia tidak ketinggalan acara gara-gara bangun kesiangan. Kali ini ia menjawab dengan panjang “ I’m 12 years old.I can handle myself. So don’t worry. By the way your book is 100% save (maksudnya safe – salah ketik) and secure”. Tentu saja saya terkejut bukan alang kepalang oleh jawabannya. Ada tiga butir pelajaran yang bisa saya petik di sini.

Pertama bahwa anak saya telah tumbuh menjadi ABG, yang mulai mencari jati dirinya sendiri. Ia mampu mengekspresikan dengan kuat segala pikiran, pendapat dan apa yang diinginkannya – yang mana itu merupakan hal yang baik bagi pertumbuhannya. Ia juga mulai terlihat ‘aware’ akan lingkungannya dan citra dirinya di mata teman-temannya.

Kedua,sebagai ibu seharusnya saya menyadari perubahan itu. Dan juga sebaiknya segera melakukan perubahan dalam menanganinya. Tentu saja saya tidak bisa lagi menanganinya sebagaimana saya menangani seorang anak TK yang masih cengeng dan perlu banyak bantuan. Sekarang ia sudah besar dan mandiri.

Ketiga, saya harus meluruskan hal-hal yang berpotensi kurang baik ke depannya.Meluruskan persepsi yang salah bahwa saya menelponnya karena urusan materi. Lebih mengkhawatirkan buku saya ketimbang anak saya. Tentu saja tidak. I keep calling you because I love you!.Not because I love the book more...Aduuh..gimana sih?Saya ingin ia tetap merasakan cinta,kehangatan kasih sayang dan perhatian sayamelebihi apapun di dunia ini.

Memikirkan itu, akhirnya sayapun berusaha keras menahan diri saya untuk tidak selalu menghubunginya. Mungkin ia membutuhkan privacy. Mungkin ia membutuhkan saat-saat dimana ia bisa sendiri tanpa campur tangan orangtuanya. Mungkin ia ingin memperlihatkan kepada teman-teman dan gurunya, bahwa ia telah dewasa. Dan sayapun tidak ingin mengganggu kebahagiaan anak saya. Namun saya selalu memanjatkan doa terbaik saya untuknya. I stop calling you, also because I love you…

Sepulangnya dari Jogja, anak saya segera menghambur ke dalam pelukan saya. Wajahnya sangat bahagia.Dengan mata berbinar-binar ia menunjukkan oleh-olehnyadari Jogja – sebuah  kotak perhiasan untuk saya. Rupanya ia mengirit-irit uang jajannya,demi bisa membelikan saya oleh-oleh.Ya..ampuuun!. “Love you, mom. Thanks for understanding” katanya sambil menciumi pipi saya. Saya merasa sangat terharu.

Setiap orang berkata bahwa hidup itu penuh dengan perubahan. Dan tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Demikian juga dunia saya sebagai seorang ibu. Juga mengalami perubahan. Anak-anak tumbuh menjadi ABG, tentunya mengalami perubahan fase dan membutuhkan perubahan dalam cara menyayanginya tanpa harus kehilangan intisari dari kasih sayang itu sendiri. Mungkin demikian juga yang dirasakan oleh ibu saya ketika saya meningkat remaja, dan tumbuh menjadi seorang pemberontak di dalam keluarga. Namun ibu saya selalu menyanyangi saya anaknya, melebihi apapun di duia ini. Saya mendongakkan wajah saya ke langit.Berdoa untuk kebahagiaan ibu saya di alam sana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun