Mohon tunggu...
Nilam Alfa Salmah
Nilam Alfa Salmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Karyawan swasta/mahasiswa

Bang Chan adalah orang yang memotivasiku untuk menjadi orang yang produktif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesepakatan Hukum Perang antara Pandawa dan Kurawa

17 September 2022   04:04 Diperbarui: 17 September 2022   04:10 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar by pixabay.com

Kisah Mahabharata sudah tak asing di telinga kita. Mahabharata adalah karya sastra  kuno yang ditulis oleh Bhagawan Byasa atau Wyasa dari India. Kisah Mahabharata yang terkenal dengan peperangan antara Pandawa dan Kaurawa memperebutkan Hastinapura.

Perang ini dikarenakan adanya permintaan pembagian takhta kerajaan pada sepupu Pandawa. Semua wilayah milik Pandawa diambil oleh Kurawa karena kalah dalam permainan dadu. Diketahui dalam permainan tersebut adanya kecurangan yang dilakukan oleh Sangkuni dengan Dhouryudhana sehingga Pandawa mengalami kekalahan dalam permainan tersebut yang mempertaruhkan takhta kerajaan hingga diasingkan di hutan rimba selama 12 tahun.

Sebelum peperangan, Pandawa meminta haknya dengan cara damai. Namun, dengan keserakahan dan kelicikan Dhouryudhana ia tidak menyetujui permintaan Pandawa. Ia lebih memilih perang daripada jalan damai. Berdiskusilah mereka pada para tetua yang ada dalam Hastinapura untuk menyampaikan pendapat terkait perang saudara tersebut.

Kita bahas terkait hukum perang yang ada di kisah Mahabharata ini. Ambil contoh karya Epos Mahabharata  yang sudah ditulis oleh Nyoman S Pendit. Dalam bab 40 terdapat aturan-aturan perang.  Dalam perang saudara tersebut dibatasi dengan aturan-aturan perang.  Menjelang matahari terbenam, perang harus dihentikan dan masing-masing pihak kembali ke kubu pertahanan untuk beristirahat. 

Pertarungan satu lawan satu hanya boleh dilakukan antara dua pihak yang setara. Tidak seorang  pun boleh berbuat sesuka hati di luar aturan-aturan dan norma-norma yang telah ditetapkan dalam dharma. Yang mundur atau yang terjatuh, apalagi yang menyerah, tidak boleh diserang lagi.   Seorang prajurit yang berkuda hanya boleh diserang oleh seorang prajurit berkuda, demikian pula prajurit yang berkendara gajah.

Tidak boleh membela kawan atau menyerang lawan yang sedang bertarung satu lawan satu. Orang yang tak bersenjata tidak boleh diserang dengan senjata. Jadi, orang-orang dari kelompok bukan prajurit, misal pemukul genderang, peniup terompet,dan barisan para penolong korban perang tidak boleh diserang. Mereka yang lari menyerah ke pihak lawan tidak boleh di aniaya atau dibunuh. Demikianlah aturan-aturan yang dibuat dan disepakati oleh Kurawa dan Pandawa.

Lalu apakah aturan-aturan perang tersebut dilaksanakan dengan baik?

Tata krama perang tersebut dilanggar oleh manusia. Masing-masing merasa pihaknya paling benar, paling kuat, dan paling berkuasa. Demikianlah di kemudian hari, orang-orang tak lagi berperang berhadap-hadapan dengan lawan, tetapi juga menyerang sasaran lain. Rakyat biasa, laki-laki perempuan, tua muda, tanpa pandang bulu.

Meskipun sudah ada aturan terkait peperangan, pelanggaran akan dilakukan jika manusia tidak dapat mengendalikan diri dan ingin saling membunuh.

Apakah penyimpangan atau pelanggaran tersebut hanya ada pada cerita Mahabharata saja? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun