Mohon tunggu...
Nikolaus Anggal
Nikolaus Anggal Mohon Tunggu... Dosen - Hidup adalah perjuangan

Hidup adalah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewariskan Nilai Luhur Memfilterisasi Dampak Sosial Media Melindungi Generasi Emas Bangsa

7 Juli 2020   10:37 Diperbarui: 7 Juli 2020   10:48 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi komunikasi dalam berbagai sektor kehidupan tidak terhindarkan dalam realitas kehidupan zaman sekarang, Kehadiran Media sosial di tengah keluarga akan mempengaruhi komunikasi dari hati ke hati antara orang tua dan anak. 

Melesatnya perkembangan internet yang merupakn dampak dari perkembangan teknologi komunikasi yang mendorong berubahnya cara komunikasi anak baik komunikasi dengan orang tua maupun komunikasi dengan guru dan anak-anak seumurnya. Apalagi pengguna sosial media yang paling banyak pada masayarakat bangsa adalah generasi muda termasuk anak-anak. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau Path menjadi media ekspresi dan eksistensi diri, serta penyebaran berita dan informasi.

Disamping itu dampak dari perkembangan teknologi komunikasi banyaknya nilai-nilai baru yang mereka dengar, mereka lihat tentu sangat mempengaruhi polah pikir, pola tindak dan pola komunikasi maupun gaya hidup generasi muda. Sadar atau tidak sadar sesungguhnya budaya baru sudah merasuki warga bangsa termasuk genmerasi muda seperti hedonisme (menggunakan waktu dengan hal yang tidak penting di luar rumah, lebih banyak bermain daripada belajar, sering menunda-nunda pekerjaan dengan alasan yang tidak penting, bangga dengan menghabiskan uang untuk membeli barang yang mahal yang sesungguhnya masih banyak alternatif lain). 

Gaya hidup seperti ini kalau tidak difilterisasi secara tepat dan cepat sangat berbahaya untuk kehidupan masa kini dan masa depan anak, masa depan keluarga, masa depan masyarakat dan tentu masa depan bangsa dan negara yang kita cintai ini.

Lebih jauh dari pada itu, dampak perkembangan teknologi komunikasi anak menganggap tidak perlu mendengarkan nasihat orangtua karena semuanya sudah ada jawaban dalam media sosial. Anak yang berpikir seperti ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Faktor kunci yang menentukan adalah faktor orang tua. Orangtua mencari aman dengan cara memberikan berbagai fasilitas media sosial.  Mereka merasa anak yang sudah memahami penggunaan media sosial dianggap sudah bisa memecahkan berbagai persoalan dalam proses belajarnya sehingga tidak perlu dinasihati, diperhatikan.  

Argumentasi yang suci tersebut di atas seolah-olah memberi kepercayaan sepenuhnya kepada anak untuk memutuskan baik dan buruknya penggunaan sosial media. Seolah-olah anak sudah memiliki prinsip moral jauhkan yang jahat dan lakukan yang baik. Jadi anak dianggap sudah dewasa. 

Kalau dilihat sepintas lalu, ayah dan ibu seperti ini kelihatannya sangat bijak dan mencintai anaknya. Tetapi susungguhnya adalah pembelaan diri orangtua yang membenarkan sikap ketidakpeduliannya terhadap anak, kekurangpekaan terhadap anak. Ketiadaan waktu untuk anak dan belum memilliki tanggungjawab moral sebagai orangtua yang sesungguhnya. Atau sebaliknya orang tua sulit mengendalikan diri menggunakan media sosoial. Kalau ini yang terjadi maka masalah ini menjadi masalah yang sangat serius.

Bukan hanya masalah keluarga tetapi lebih dari itu menjadi masalah lingkungan, masalah masyarakat, masalah sosial, dan masalah kebangsaan. Pertanyaannya adalah dimanakah tanggungjawab moral kebangsaan orangtua sebagai pewaris tahta nilai-nilai kebangsaan kepada anak-anak? 

Tahukah orangtua dengan menyandang sebagai ayah dan ibu bagi anak-anak memiliki tanggungjawab moral sebagai pewaris nilai luhur kehidupan keluarga, kehidupan lingkungan masyarakat, kehidupan bangsa dan negara? Siapa yang bertanggungjawab? Siapa yang peduli? Mengapa harus bertanggungjawab? Apa yang harus dilakukan? Siapa yang menjadi motor penggerak? Siapa yang mau berkorban? Mulai kapan dilakukan?

Orangtua sebagai pewaris nilai luhur kehidupan dari generasi tua kepada generasi muda dalam keluarga. Oleh karena itu semua orang yang menyandang atau menamakan dirinya sebagai ayah dan ibu dari anak-anaknya sudah sepantasnya memiliki panggilan jiwa, memiliki tanggungjawab moral, memiliki komitmen, memiliki konsistensi untuk mewariskan nilai-nilai luhur kehidupan tersebut dengan cara melihat, mengawasi dan mengontrol terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak. Mendorong, memuji, menghargai apabilah menonton, melihat, mendengarkan yang positif dan menjelaskan dampak positifnya bagi dirinya sendiri, bagi orang tua, bagi kehidupan keluarga besar, kehidupan masyarakat dan berbangsa secara umum. 

Sebaliknya menegur, menasihati kalau menonton, melihat, mendengarkan hal yang negatif dan menjelaskan dampaknya kalau kalau menonton, melihat dan mendengarkan yang kurang baik bagi bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi masyarakat dan bangsa pada umumnya. Dengan demikian cepat atau lambat anak akan terbiasa membedakan menonton, melihat, mendengarkan, mana yang baik, yang pantas, yang bisa diterima  sesuai dengan kearifan lokal bangsa dan mana yang kurang pantas.

Sejatinya orangtua sebagai pewaris nilai luhur kehidupan memperkuat kesatuan dan persatuan dengan anggota keluarga ayah, ibu dan anak-anak, turut berperan positif dalam membangun komunikasi dari hati kehati secara intensif, memperketat penggunaan media sosial. Hal tersebut dilakukan secara konsisten dan memiliki komitmen yang tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun