Mohon tunggu...
Niken W.R Mumpuni
Niken W.R Mumpuni Mohon Tunggu... Advokat -

Advokat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penguatan Kapasitas LPSK dalam Proses Peradilan di Indonesia

20 November 2018   21:09 Diperbarui: 21 November 2018   00:13 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari rmol. co

Lembaga perlindungan saksi dan korban yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka penegakan hukum dan penanganan pelanggaran hak asasi manusia. Perkembangan sistem peradilan pidana saat ini, tidak saja berorientasi kepada pelaku, tetapi juga berorientasi pada kepentingan Saksi dan Korban. Oleh karena itu, kelembagaan LPSK harus dikembangkan dan diperkuat agar dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya dapat sinergis dengan tugas, fungsi, dan kewenangan lembaga penegak hukum yang berada dalam sistem peradilan pidana. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan atas  Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana. Serta untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi, pelaku, pelapor, dan ahli. Hal tersebut sesuai dengan bagian menimbang dalam Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Berbicara mengenai perlindungan, khususnya perlindungan hukum merupakan suatu bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah untuk memberikan rasa aman kepada setiap warga masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Negara bertanggung jawab atas perlindungan Hak Asasi Manusia dan merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti yang jelas diuraikan dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang berbunyi: "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah."  Pentingnya perlindungan hukum terhadap setiap masyarakat inilah yang menjadi salah satu alasan diterbitkannya Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Perlindungan yang diberikan pada korban atau saksi dapat diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, atas dasar inisiatif dari aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan atau dari permohonan yang disampaikan oleh korban.( Muhadar, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, PMN, Surabaya, 2010, hlm. 69). Walaupun sudah jelas di dalam Undang-Undang disebutkan adanya keterlibatan dari aparat penegak hukum yang lain, namun keterlibatan aparat penegak hukum tersebut masih belum berjalan secara efektif dan efisien. Sedangkan perlindungan terhadap saksi dan korban seharusnya sampai pada keadaan yang benar-benar aman atau potensi ancaman terhadap saksi dirasakan sudah tidak ada.

Inti perlindungaan saksi adalah persoalan keamanan dan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin saksi dapat memberikan kesaksiannya secara bebas dari rasa takut dan intimidasi. Dengan demikian, perlindungan harus meliputi bantuan dan dukungan sebelum, selama dan setelah persidangan untuk membantu saksi mengatasi masalah psikologis dan praktis yang mungkin dihadapinya dalam memberikan kesaksian.

LPSK bertanggung jawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban, (Pasal 12 UU No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban) sehingga LPSK seharusnya memiliki kewenangan koordinasi dengan aparat penegak hukum yang melakukan tindakan pro justicia. Penguatan perlindungan hukum bagi lembaga perlindungan saksi dan korban dapat diwujudkan dengan cara adanya sinergitas dan komitmen bersama antara LPSK dengan lembaga hukum/ penegak hukum dalam melindungi saksi dan korban. LPSK perlu mengajak aparat penegak hukum membuat kesepakatan dengan Departemen dilingkungan Pemerintahan lainnya, atau membuat perjanjian dengan orang, institusi atau organisasi untuk kepentingan LPSK yang lebih luas. Serta peran media juga penting dalam mendukung upaya pemenuhan hak-hak saksi dan korban.

Gagasan sebuah lembaga negara untuk menjamin agar saksi dan korban  mendapatkan perlindungan dalam proses peradilan di Indonesia bukanlah hal baru, dan sebagian besar dari kajian yang ada masih menunjukkan banyaknya persoalan terutama terkait jaminan keamanan bagi saksi dan korban untuk hadir memberikan kesaksian secara bebas dari berbagai macam intimidasi dan tekanan.  Peradilan sebagai sebuah upaya penegakan hukum yang merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, dan cita, pada hakikatnya harus mengandung supremasi nilai substansial yaitu keadilan. (Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm.vii-ix)

Sejak berdiri hingga satu dekade usianya di tahun 2018, masih ada kekurangan atau kelemahan yang ada di lembaga ini. Menurut penulis kekurangan yang masih sering dihadapi oleh masyarakat, saksi dan korban adalah dalam mengajukan permohonan untuk didampingi oleh LPSK. Proses pengajuan permohonan hingga disetujuinya permohonan tersebut sering kali membingungkan para saksi dan korban, karena mereka harus melewati proses yang tidak pendek untuk mendapat perlindungan dari LPSK ini. Hal inilah yang sering menjadi penyebab saksi dan atau korban merasa enggan untuk meminta perlindungan dari LPSK dan memilih untuk diam. Saksi dan korban merasa kurang mengerti akan prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh LPSK. Apalagi bagi para saksi dan korban yang tidak begitu mengerti akan hukum. Karena itulah pemdampingan akan seorang advokat sangatlah membantu para saksi, dalam pemberian informasi kepada masyarakat luas sangatlah perting diadakan, terlebih khusus untuk memberikan informasi kepada para saksi dan korban akan kehadiran LPSK ini. LPSK pun harus dapat membangun lagi kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerjanya dengan terus memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang mereka miliki.

Selain hal yang penulis ungkapkan diatas, perlu juga saya rasa  berkenaan dengan  keamanan karena ancama dan intimidasi yang rentan dihadapi oleh saksi dan korban, LPSK perlu bekerjasama dengan pengadilan-pengadilan untuk bersinergi dan mengadopsi berbagai standar atau peraturan yang memberikan perlindungan kepada korban dan saksi dan pihak yang terkena risiko atas kesaksian yang disampaikan. Termasuk didalam nya pihak pengadilan juga dapat memfasilitasi sarana elektronika atau sarana khusus lainnya, seperti menggunakan sarana video atau audio untuk merekam kesaksian dari seorang saksi dan korban. Sehingga melalui sarana teknologi dengan menggunakan elektronik tersebut dapat menjamin saksi dan korban dalam memberikan keterangannya secara leluasa dan tenang serta terhindar dari kekhawatiran mendapatkan ancaman dari pihak luar.  

LPSK yang diamanatkan oleh undang-undang, merupakan lembaga mandiri yang diharapkan sungguh-sungguh mampu mengabdi pada kepentingan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban di Indonesia, sudah banyak perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan oleh LPSK hingga saat ini sudah cukup banyak pengalaman dalam merelokasi saksi, termasuk dalam penempatan saksi dan/atau korban dalam program perlindungan fisik hingga ditempatkan di rumah aman (safe house). Sebagai lembaga yang lahir dengan tugas utama memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban, LPSK telah menunjukkan rekam jejak yang cukup banyak, dan telah diacungi jempol dari berbagai pihak. Beberapa perlindungan dilakukan terhadap saksi dan korban dalam kasus-kasus serius, di mana dari perlindungan itu kemudian turut andil dalam menegakkan hukum demi mencapai keadilan. Seperti kasus yang belum lama ini terjadi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merespon secara proaktif terhadap adanya dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi UGM saat KKN. Selain itu, Ketua LPSK yaitu Abdul Haris Semendawai diakhir periode nya ini, terus berupaya mensosialisasikan tugas dan fungsinya. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, pelatihan dan upaya lainnya. Diharapkan untuk kepemimpinan selanjutnya dapat terus dilakukan dan lebih dikuatkan lagi agar penegakan hukum pidana lebih optimal dengan partisipasi para saksi untuk mengungkap kejahatan. Selain itu dapat memberikan harapan baru bagi para korban kejahatan untuk mendapatkan keadilan. Dengan langkah-langkah tersebut masyarakat semakin paham adanya LPSK dan turut memberikan dukungan kepada saksi dan korban dengan perannya masing-masing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun