Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jokowi, Walikota yang Dicintai

27 Mei 2011   03:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:09 21187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_112407" align="aligncenter" width="640" caption="Foto dari Facebook Jokowi"][/caption] Bahwa saya orang Solo, ada benarnya ada enggaknya. Benar, karena saya tinggal di eks Karesidenan Surakarta. Salah, karena  KTP saya sebenarnya dikeluarkan Kabupaten Sukoharjo, bergeser sedikit dari Solo, alias Solo kemringet. Anehnya, walau tidak tercatat sebagai penduduk Solo, saya lebih mencintai Walikota Solo dibanding Bupati Sukoharjo.

Saya tak sendirian. Orang-orang yang tinggal di sekitaran Solo juga bersikap seperti saya. Apalagi sebagian besar wong Solo asli. Mereka cinta berat sama walikotanya, tak lain dan tak bukan adalah Joko Widodo (Jokowi). Bukti Jokowi sosok yang dicintai, adalah hasil rekapitulasi perolehan suara dalam Pilkada Solo 2010 lalu. Pasangan Jokowi-FX Hadi Rudyatmo (Jo-Dy) ini menang. Kemenangan yang diraih pun bukan sembarangan. Jo-Dy yang diusung PDIP dan didukung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) unggul telak atas Eddy S Wirabhumi-Supradi Kertamenawi (Wi-Di) yang diusung Partai Demokrat dan Partai Golkar. Berdasarkan perhitungan perolehan suara saat itu, Jokowi-Rudy meraih 248.243 suara atau 90,09%, sedangkan Wi-Di 27.306 suara atau 9,91%. Sebagai catatan khusus, dari 931 TPS yang ada, Jo-Dy hanya kalah di satu TPS.

Sementara Partisipasi pemilih Solo dalam Pilkada tahun lalu mencapai 71,80%, tercatat sebagai partisipasi politik tertinggi di Jawa Tengah dan mungkin bahkan di Indonesia. Tentu itu tak lepas dari kecintaan rakyat terhadap Jokowi-Rudy. Rakyat menunjukkan rasa cintanya dengan berbondong-bondong menuju TPS dan menggunakan hak pilih.

Memang, sebagai calon incumbent Jo-Dy banyak mendapat keuntungan. Namun terlepas dari itu, sebenarnya kekuatan Jokowilah yang sangat menonjol. Secara kasat mata, orang bisa melihat kemajuan Kota Solo sejak diperintah walikota yang visioner ini. Pembangunan fisik yang mengembalikan ciri budaya kota ini, juga berbagai program kreatif yang tak ada di tempat lain. Maka prestasi demi prestasi atas nama Pemkot Solo maupun atas nama sang walikota sendiri, membuat nama Jokowi kian harum.

MEMANUSIAKAN MANUSIA

Bahwa dia tak pernah ambil gaji, bukan rahasia lagi. Satu lagi catatan yang tak bisa disepelekan. Ketika di banyak tempat lain penertiban pedagang kaki lima (PKL) diwarnai perlawanan, kekerasan hingga jatuh korban manusia, penertiban PKL di Kota Bengawan berlangsung damai, aman tanpa kericuhan. Ini terjadi setelah Jokowi melakukan dialog sebanyak 54 kali dengan para PKL. Pemindahan PKL ke pasar baru bahkan menjadi objek wisata karena dikemas dengan karnaval budaya yang menarik. Ini menunjukkan Jokowi memimpin jajaran pemerintahan yang nguwongke wong.

Selama pemerintahan, Jokowi juga berhasil menjaga kondusivitas kota yang telah lama mendapat predikat kota sumbu pendek ini. Kondusivitas Solo membuat iklim investasi meningkat. Kota ini banyak dilirik investor, dibuktikan dengan dibangunnya sejumlah hotel dan tempat perbelanjaan baru. Pemkot yang dinakhodai Jokowi membuka ruang–ruang bisnis baru bagi kalangan-kalangan menengah. Produk-produk kerajinan rumahan digelar para pengrajin di night market Ngarsopuro, dan produk kuliner unggulan dikumpulkan di Gladak Langenbogan (Galabo), dengan konsep pariwisata yang tak melupakan ciri khas budaya masyarakat Solo.

TERBUKA

Kepada pers, Jokowi dan jajarannya bersikap terbuka. Dia sangat mudah dihubungi. Sehingga program-program Pemkot tersosialisasi dengan baik. Tak ada cerita Walikota sembunyi dari pers. Semua bentuk pemberitaan sebagai kontrol sosial serta sorotan miring pun dihadapi dengan gentle.

Jokowi juga tampil rendah hati. Seperti tampak saat mobil dinasnya mogok di tengah banjir, dia sendiri ikut mendorong mobil dari belakang. Hal-hal kecil seperti ini keraP terjadi dan menjadi buah bibir dan mengangkat citranya sebagai sosok yang tidak jaim. Sebagai walikota dia juga tidak menjaga jarak dengan rakyat.

WALIKOTA FESBUKER

Jokowi biasa berdiskusi atau menjawab masukan-masukan dari rakyat jelata secara langsung maupun tidak langsung. Di sela-sela kesibukan di dunia nyata, di dunia maya Jokowi juga mengomunikasikan ide dan program-programnya kepada kawan-kawan mayanya. Di tengah malam sering menyempatkan diri online, hanya untuk meng-upload beberapa gambar desain tugu batas kota di dinding Facebook-nya, dan kemudian berdiskusi dengan rakyat tentang kelebihan dan kelemahan desain yang ditawarkan. Hal itu mengingatkan pendekatan gaya Presiden AS Barack Obama.

Singkat kata, secara umum Jokowi menjadi figur walikota yang dicintai rakyat berbagai kalangan dan lintas golongan. Kekuatan figur membuat Jokowi memiliki elektabilitas tinggi secara pribadi. Dia akan tetap kuat walau dicalonkan oleh partai manapun, dan berpasangan dengan siapapun. Ini mirip fenomena Pilpres saat Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencalonkan diri. Sampai-sampai ada anekdot, apapun partainya, SBY presidennya. Dalam Pilkada Solo, itu juga terjadi. Apapun partainya, Jokowi walikotanya.

Tak ayal, banyak kalangan menyatakan dukungan, jauh-jauh hari sebelum Jokowi menyatakan akan maju lagi dalam Pilkada. Hampir bersamaan ketika media memuat berita soal keberatan keluarga bila dirinya nyalon lagi, berbagai komunitas secara bergantian menggeruduk Balaikota, meminta Jokowi maju kembali memimpin Solo. Jokowi pun sempat jadi rebutan. Banyak partai ingin meminang, tak terkecuali Demokrat yang akhirnya menjadi lawan dalam Pilkada.

DUKUNGAN WAKIL WALIKOTA

Ketika Jokowi akhirnya kembali berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo dan diusung PDIP, keduanya pun menjadi satu kesatuan yang lebih kuat lagi. Jokowi dan Rudy bersenyawa satu sama lain. Chemistry pasangan ini sangat kuat karena sudah lima tahun berdampingan secara harmonis, hampir tanpa masalah--setidaknya di permukaan dan terlihat oleh rakyat Solo.

Satu lagi yang paling penting. Bila Jokowi kuat secara figur maka Rudy kuat secara basis massa. Oleh karena dia adalah penguasa kandang banteng moncong putih, partai terbesar di kota ini, yang memiliki basis massa besar dan fanatik.Tak cuma sekali terjadi, ketika massa beringas dan minta bertemu dengan pemimpinnya untuk berdialog, Rudy-lah yang menenangkan, merangkul dengan rangkulan seorang kawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun