Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsep Hunian Khusus Lansia, Mengapa Tidak?

6 Maret 2023   11:40 Diperbarui: 6 Maret 2023   11:56 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dok Rukun Senior Living


Selain menikmati kegantengan Ji Chang Wook dan kecantikan Choi Soo Young sebagai relawan dan perawat di rumah sakit Lansia, drakor "If You Wish Upon Me" membekas di hati saya karena menampilkan kisah Ny Choi Deok Ja, seorang relawan di RS itu.
Nyonya Choi yang menderita demensia/pikun, punya cita-cita menghabiskan masa tua di Desa Hogewey, Belanda. Belakangan, walau tak mampu memenuhi keinginan  Ny Choi pergi ke Belanda, para relawan lain di RS mewujudkan keinginan untuk memiliki kehidupan serupa, namun di sekitar rumah sakit saja.

Tapi, seperti apa Desa Hogewey? Mengapa Ny Choi ingin tinggal di desa itu? Desa di dekat Amsterdam, Belanda ini sesungguhnya "panti jompo". Namun dirancang khusus untuk menampung para orangtua dengan demensia.

Tidak seperti panti jompo pada umumnya, di mana para pasien tinggal di sebuah gedung, Desa Hogewey berusaha menciptakan sebuah komunitas dan ekosistem yang lebih layak huni bagi Landsia dengan demensia. Di setiap sudut desa, terdapat CCTV untuk mengawasi para orangtua sepanjang hari. Ada banyak orang yang dipekerjakan sebagai pemilik toko, penata rambut, hingga dokter gigi. Mereka selain menjalankan profesinya juga bekerja untuk mengawasi para orangtua.

Selain mendapat akses perawatan terbaik, Lansia memiliki kebebasan untuk menjalani semua hal yang menjadi keinginannya. Di Hogewey, terdapat puluhan rumah. Setiap rumah dihuni enam atau tujuh Lansia dengan minat dan latar belakang yang sama, dan dilayani oleh satu atau dua pengurus. Rumah ditata khusus untuk mencerminkan gaya hidup masing-masing penghuni. Setiap bulan, pengurus akan membagikan uang palsu bagi para orangtua untuk berbelanja.

Di Indonesia, ada yang mirip Desa Hogewey di beberapa lokasi di Indonesia. Salah satunya Bogor. Kabarnya di Jatim juga ada. Namanya Rukun Senior Living. Opsi konsep hunian dan layanan yang beragam tersedia untuk menyesuaikan kebutuhan Lansia. Dari pilihan untuk tetap tinggal di rumah sendiri/keluarga dan hanya ikut berkegiatan di Senior Club (Klub lansia), atau pilihan menetap di kawasan dengan membeli villa, cukup menyewa apartemen, atau kamar jangka pendek hingga panjang. Hanya bedanya, kalau Desa Hogewey khusus untuk Lansia demensia, Rukun Senior Living bisa untuk semua Lansia.  


Di Indonesia, tempat seperti ini masih jarang. Banyak yayasan pendidikan. Mereka membangun TK hingga perguruan tinggi. Banyak pengembang perumahan, memasarkan kawasan hunian untuk keluarga sederhana, hingga yang elite dengan kolam renang pribadi di setiap unitnya. Namun tak terpikir untuk membuat kawasan hunian yang ramah Lansia seperti Desa Hogewey. Padahal semua orang akan menjadi Lansia.


Ada Lansia memilih sendirian dengan sadar walau memiliki anak karena tak mau menjadi  beban. Tetap aktif di komunitas, di organisasi semampunya. Tapi akhirnya tetap saja menjadi tak berdaya. Dan menjadi lebih rewel dari anak-anak. Ketika masa itu datang, butuh perawatan dan penanganan khusus. Kebanyakan akhirnya menjadi beban anak. Tinggal di rumah bersama anak. Tapi kesepian karena anak-anak sibuk sendiri urusan mencari penghidupan. Ada juga Lansia yang tinggal berdua suami-istri dan akhirnya ketika yang satu meninggal menjadi sebatang kara.


Tapi mengapa di Indonesia investor lebih suka membangun kawasan untuk keluarga, yaysan lebih suka membangun sekolahan? Karena ide membuat kawasan Lansia seperti Desa Hogewey ini tentu akan mendapat tentangan keras. Terutama dari netijen yang budiman. Dianggap membuang orangtua yang sudah membesarkan, dituding durhaka, disebut anak tak tahu diri, tak tahu diuntung, setan laut, babon bulukan, kerang kerempeng, cacing kudisan...


Padahal tinggal tinggal di kawasan seperti Desa Hogewey, para lansia tentu lebih bahagia. Para calon Lansia memang perlu menyiapkan tabungan untuk tinggal di kawasan seperti ini nanti pada masa tuanya. Karena kebutuhannya pasti tidak sedikit, bisa disiapkan sedari muda. Dengan tinggal di kompleks hunian khusus Lansia seperti Desa Hogewey atau Rukun Senior Living, siapapun tetap bisa hidup lebih layak di saat memasuki usia lanjut, tidak kesepian karena banyak teman. Yang jelas tak merepotkan anak-anak dan cucu.


Saya pun ingin seperti itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun