Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sisi Lain Puan Maharani dan Strategi Baliho

23 Agustus 2021   15:06 Diperbarui: 23 Agustus 2021   15:08 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani saat menerima gelar doktor kehormatan dari Undip. (credit: fisip.undip.ac.id)

Pada satu sisi, yang justru cukup menarik dibahas sebenarnya adalah mengapa strategi politik konvensional seperti pemasangan baliho masih digunakan di era medsos saatb ini? Tak hanya Puan. Tapi lihatlah di sudut jalan-jalan. Ada juga gambar AHY (Demokrat), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB). Tak ketinggalan Salim Segaf Al Jufri (PKS) dan lain-lain. Mereka semua pakai strategi baliho. Mereka menghabiskan banyak uang untuk itu. Mereka tidak memilih medsos. Sstttt, jangan terlalu lugu dan mengira bahwa untuk populer melalui medsos itu tidak ada biayanya, ya!

Jadi kenapa Puan, AHY, Airlangga dkk masih menggunakan baliho? Fenomena baliho di tengah riuhnya dunia media sosial ini menarik. Ya karena kenyataannya baliho itu memang masih efektif. Untuk diketahui, masyarakat Indonesia 80% adalah kelas menengah bawah. Mereka tinggal di pedalaman-pedalaman, sudut-sudut desa. Jangankan main medsos. Sinyal saja susah. Mereka tidak menyimak perang buzzer medsos di Twitter, Facebook ataupun Tiktok.

Makanya masih ada strategi baliho yang menyasar berbagai tempat termasuk lokasi-lokasi susah sinyal. Ya karena mayoritas penduduk kelas menengah bawah cuma nonton berita dari TV. Itu juga sebagian besar lagi lebih memilih nonton "Ikatan Cinta" daripada berita yang bikin pusing. Strategi baliho ini telah sukses memenangkan para caleg menjadi anggota legislatif. Juga memenangkan orang-orang dalam Pilkada.

Jadi di era digital seperti sekarang, tampil bersedekah di jalan lalu diunggah di medsos, masih bukan satu-satunya cara untuk memenangkan hati publik. Itu hanya satu di antara sejumlah cara. Masih ada cara-cara lain. Seutuhnya, untuk menjadi populer, seorang politisi bisa melakukan cara ini:

1. Jadi seleb medsos. Terus muncul terus di linimasa berbagai platform medsos dengan informasi positif. Balut dengan isu yang menyentuh bahkan terzalimi. Kerahkan buzzer, influencer Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, untuk memengaruhi opini kerumunan di media sosial. Kalau beruntung, konten medsos yang menarik juga akan masuk menjadi konten media konvensional.
2. Jadi media darling. Muncul terus di televisi dan media cetak maupun online. Beli media placement. Pasang advertorial. Lakukan kegiatan-kegiatan yang unggul secara nilai berita. Tampillah menyanyi di televisi bersama pasangan dan putar berulang-ulang sampai penonton muntah-muntah.
3. Menjadi bintang baliho. Pasang baliho berukuran besar di lokasi-lokasi strategis. Pasang di pedalaman-pedalaman hingga pelosok-pelosok, yang penting dihuni manusia. Sasaran baliho adalah 80% warga menengah bawah.

Tiga macam strategi politik di atas sah-sah saja dilakukan. Tidak ada yang menjamin strategi mana yang paling efektif dari ketiganya karena belum ada penelitiannya.  Yang pasti semua mengandung biaya tidak sedikit. Tak ada yang gratis.

Jangan sok-sokan paling jago karena menggunakan medsos dan meninggalkan baliho. Siapa tahu suatu saat akan membutuhkan baliho juga.  Demikian juga sebaliknya, jangan puas sudah memasang baliho di seluruh penjuru Tanah Air. Masukan bahwa politisi era kekinian harus masuk medsos, itu ada benarnya.

Tak banyak yang tahu bahwa sekian puluh ribu dosis vaksin untuk Jatim itu dari Puan. Puan juga bantu anak-anak yatim piatu yg ortunya meninggal karena covid di berbagai tempat di Indonesia termasuk Vino. Masih banyak lagi. Tapi memang sedekah-sedekah itu tidak disyuting lalu dimasukkan Instagram dengan narasi dramatis. Andaikan medsos digunakan dengan baik oleh Puan, tentu akan lain ceritanya.

Akhirnya, di tengah hujatan, cacian dan makian, tetaplah semangat, Mbak Puan! Salam Komunikasi Massa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun