Mohon tunggu...
Niken Rahmita Sari
Niken Rahmita Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megakorupsi E-KTP, Faktor Organisasi Menjadi Penyebab Utama?

11 Desember 2019   09:53 Diperbarui: 11 Desember 2019   10:10 4001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Salah satu kasus yang merugikan negara dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik yang selanjutnya akan disebut e-KTP. Dalam pelaksanaannya merugikan Indonesia secara ekonomi karena dana yang seharusnya digunakan untuk pembuatan e-KTP disalahgunakan untuk kepentingan individu dan kerabatnya dengan jumlah yang tidak sedikit sehingga dapat disebut dengan megakorupsi.

Salah satu nama yang sangat sering terdengar dan menjadi perbincangan hampir di seluruh lapisan masyarakat ialah ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya akan disebut DPR RI pada periode 2014-2019 yaitu Setya Novanto. Setya Novanto didakwa terlibat dalam kasus korupsi e-KTP tersebut dengan melakukan intervensi anggaran yang membuat kerugian keuangan negara sebesar RP2,3 triliun yang mana angka tersebut terbilang sangat besar dan tergolong sebagai megakorupsi.

Padahal, nilai proyek yang akan digunakan untuk produksi adalah RP5,9 triliun. Jumlah kerugian tersebut berdasarkan laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas perkara dugaan korupsi e-KTP.

Tindakan korupsi dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor penyebab, salah satu diantaranya yaitu berkaitan dengan organisasi dan manajemen. Kasus e-KTP ini  jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan dalam faktor kurang baiknya organisasi dan manajemen yang dapat dilihat dari tidak adanya transparansi dan akuntabilitas di instansi pemerintah yang kurang memadai. Organisasi mengambil andil dalam terjadinya korupsi jika organisasi tersebut membuka peluang untuk terjadinya korupsi.

Anggaran e-KTP yang pada awalnya menggunakan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri diubah menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun terdapat pembengkakan anggaran dari proyeksi awal yang diajukan yang diiringi dengan sistem dalam pengesahan RAPBN yang masih sangat kurang. Penyalahgunaan anggaran ini disebabkan karena DPR yang bertugas untuk menyetujui dan mengawasi anggaran tidak menjalankan tugasnya dengan benar.

Badan Anggaran DPR yang memiliki kewenangan besar untuk memutuskan jumlah anggaran masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memiliki peluang yang sangat besar untuk memainkan anggaran. Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan yang diadakan pada pertengahan tahun pun menjadi celah untuk memanipulasi anggaran. Hal ini dapat dibuktikan karena tidak adanya asumsi anggaran dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan sehingga tidak ada standar biaya minimum dan outcome yang jelas.

Kultur Organisasi
Selain itu, kultur organisasi merupakan aspek yang berpengaruh dalam terjadinya korupsi. Jika budaya kerja suatu organisasi bagus, maka organisasinya juga akan bagus, dan hal ini berlaku sebaliknya jika budaya kerja buruk maka jalannya suatu organisasi akan buruk juga. Untuk mewujudkan hal tersebut, telah ditetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor : 03/PER-SEKJEN/2012 tentang nilai-nilai kode etik yang disingkat menjadi RAPI yaitu religius, akuntabilitas, profesional, dan integritas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh badan keahlian DPR RI pada data terbaru tahun 2017, persentase pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI yang telah mengetahui RAPI belum maksimal yaitu 76%. Dari 76% tersebut, sebesar 47% telah memahami RAPI dan 29% masih belum memahami. Jika dihitung, persentase yang belum tahu dan belum memahami RAPI adalah sebesar 53%, persentase ini lebih besar jika dibandingkan dengan persentase yang telah memahami RAPI. Berarti dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di badan DPR belum sepenuhnya berjalan dengan baik.

Sistem Pengendalian Manajemen

Sistem pengendalian manajemen sudah dilaksanakan dalam keseharian di badan DPR, namun masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaan dokumentasi. Sistem yang diterapkan ini berbasis online dan menuntut kejujuran bagi responden dalam mengisi pertanyaannya agar tujuan organisasi dan target dapat tercapai. Dalam implementasinya, dibutuhkan database dalam pengendalian yang kuat dalam meningkatkan level pengendalian intern, hal ini merupakan kendala dalam pelaksanaan pengendalian manajemen tersebut. Kekurangan tersebut merupakan tanggung jawab Inspektorat Utama DPR RI untuk menargetkan kegiatan dengan berpedoman Standard Operating Procedure secara formal.

Pengawasan Internal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun