Rinai hujan berbisik dengan pelan,
menyentuh kaca jendela yang buram,
di sini aku, pulang setelah seharian di Bandung,
menyusuri jalan, melangkah perlahan menuju Jakarta.
Di antara rintik hujan dan gemuruh roda,
lagu itu, "Sampai Menutup Mata,"
mengalun lembut, seperti suara hati yang terlupakan.
menggema di relung jiwa,
menghidupkan kenangan yang tak bisa ku sembunyikan lagi.
Di balik kaca jendela,
setiap titik air menari seperti melodi,
Gunung Tilu menjadi latar,
dengan hijaunya perkebunan teh dan kopi,
seperti lukisan yang tak ingin pudar.
Di sini, di bangku bus yang bergoyang,
aku terdiam, membiarkan rasa itu  menggema,
setiap bait lagu menyalakan api kecil,
menghangatkan hati yang beku oleh masa lalu.
Hujan tak berhenti,
seperti perasaan yang tak bisa dilupakan.
Namun perjalanan ini adalah kisah,
tentang bagaimana aku membiarkan waktu,
mengobati luka sambil merangkai harapan.
Lampu jalan mulai menggantikan cahaya,
dan kota di ujung perjalanan menyambutku,
meski aku tahu,
sebagian hatiku tertinggal di jalan panjang,
yang dipeluk hujan dan kenangan.
Bandung, 28 November 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H