Mohon tunggu...
Ni Kadek Sri Intan Putri A.
Ni Kadek Sri Intan Putri A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Medstud'21

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebiasaan Keluarga dalam Menyambut Galungan

9 November 2021   15:42 Diperbarui: 9 November 2021   16:13 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Hindu saat melakukan upacara keagamaan di Pura Jaganatha Denpasar. (KOMPAS.com/Ach. Fawaidi)

Tepat sehari sebelum Galungan adalah hari penampahan. Di hari ini, umat Hindu banyak yang menyembelih hewan, seperti babi, sebagai simbol untuk membunuh nafsu yang tak baik dari dalam diri. Selain itu, hewan yang telah disembelih juga akan digunakan sebagai salah satu sarana perlengkapan upacara. Biasanya, umat Hindu akan membuat makanan khas seperti sate, tum, bahkan lawar di hari ini. 

Sehari sebelum Galungan pula, umat Hindu membuat sarana-sarana persembahyangan, salah satunya yang memiliki filosofi sebagai simbol kemakmuran serta kesejahteraan yaitu penjor yang terbuat dari bambu. 

Pada hari puncak yaitu Galungan, umat Hindu akan melakukan persembahyangan mulai dari di rumah, sanggah/merajan, kahyangan tiga, hingga ke pura-pura lain. Lalu, sehari setelahnya, masyarakat akan mengunjungi sanak saudara untuk menjalin tali silaturahmi yang lebih erat ataupun melakukan tirta yatra.

Berbicara tentang rangkaian hari raya Galungan, tentu saja perayaan ini sangat ditunggu-tunggu oleh umat Hindu. Di keluarga saya terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Kebiasaan ini adalah dengan masak bersama di hari penampahan serta berkumpul bersama usai melakukan persembahyangan di hari raya Galungan. 

Untuk saya sendiri, kebiasaan yang ada sangat berperan dalam mempererat persaudaraan. Biasanya keluarga saya akan membeli daging babi dengan patungan atau saling menyumbang uang. Tentu dengan membeli secara bersama-sama seperti ini, biaya yang nantinya akan dikeluarkan menjadi lebih sedikit dan jauh lebih irit. 

Acara masak-masak ini sering kali diadakan di rumah saudara tertua dari pihak ayah. Kebetulan rumah kami cukup dekat hanya berbeda blok saja. 

Selain itu, mengingat baik ayah saya maupun saudaranya sama-sama merupakan perantau, dalam artian tidak tinggal di desa yang sama dengan orangtua yaitu kakek dan nenek saya, sehingga masak bersama membuat suasana menjadi lebih kekeluargaan. Biasanya ayah saya akan mulai membuat bumbu, lalu Ibu dan tante saya akan mengolah bahan-bahan yang lain, begitu pula dengan paman dan tante saya yang lain.

Olahan daging tersebut sangatlah banyak macamnya, untuk jumlahnya sendiri pun memang sengaja dibuat lebih banyak mengingat kami nanti akan membaginya dan akan dimakan bersama-sama setelah semua makanan yang dibuat matang. Makanan yang dibuat diantaranya sate lilit yang terbuat dari daging babi serta parutan kelapa dengan bumbu-bumbu khasnya. 

Di desa saya sendiri, sate lilit dibuat dengan rasa yang khas yaitu manis. Saya sendiri sangat suka dengan cita rasanya, mengingat di daerah tempat tinggal saya rasa khas sate lilit yang dibuat cukup berbeda yaitu gurih dan pedas. 

Selain sate, ada pula tum, lawar, serta jukut balung yang tak pernah absen kami buat. Tak jarang pula kami membuat urutan yang mirip seperti sosis yang mana bagian luarnya terbuat dari usus babi sedangkan di dalamnya terdapat daging dan lemak babi yang telah dibumbui. Lagi-lagi makanan ini menjadi ciri khas desa saya dan sangat identik dengan urutan manisnya. Sangat enak.

Selain mengolah daging yang telah dibeli, kami juga membuat tumpeng yang sangat lezat. Tumpeng sendiri merupakan makanan yang berbahan dasar nasi yang ditumbuk sesaat setelah matang dan tidak lupa diberi minyak goreng yang dibuat sendiri atau dikenal pula sebagai “lengis tandusan” serta ditambahkan pula garam secukupnya yang nantinya akan memberikan sensasi rasa gurih dari tumpeng yang dibuat. Setelah semuanya matang, kami akan menghaturkan terlebih dahulu atau dikenal dengan ngejot. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun