Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Peristiwa "Ajaib" di Balik Runtuhnya Jembatan Mahakam II

9 Desember 2011   13:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:37 17103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya [caption id="attachment_154813" align="aligncenter" width="480" caption="foto dari http://media.vivanews.com/images/2011/11/27/133749_jembatan-kutai-kartanegara-runtuh.jpg"][/caption] 2 minggu telah lewat sejak musibah runtuhnya jembatan Tengggarong atau Mahakam II. Evakuasi korban dan kendaraan masih terus diusahakan sementara hasil investigasi makin menguatkan dugaan publik akan minimnya pemeliharaan dan sejumlah kelalaian yang berujung pada hilangnya puluhan nyawa pengguna jembatan. Runtuhnya infrastruktur hanya 10 tahun setelah berdiri memang langka di dunia, apalagi jembatan Tenggarong didesain untuk dapat bertahan setidaknya hingga 100 tahun ke depan. Tapi jangan lupa, ini Indonesia bung!! Apa saja bisa terjadi. Banyak dugaan penyebab runtuhnya jembatan, beberapa yang santer terdengar di antaranya adalah dugaan korupsi bujet pembangunan yang berujung pada penurunan spesifikasi material. Hal ini lazim terjadi di dunia konstruksi, apalagi pembangunan jembatan terkena imbas krisis moneter tahun 1998 ketika nilai rupiah merosot jauh terhadap dollar. Benar tidaknya dugaan ini masih harus menunggu hasil investigasi. Sementara itu banyak media memberitakan bahwa beberapa jam sebelum runtuh pada tanggal 29/11/2011, banyak saksi mata melaporkan ada kegiatan perbaikan yang dilakukan oleh kontraktor PT. Bukaka Teknik Utama di jembatan tsb. Mereka berupaya mendongkrak sisi-sisi jembatan dan mengencangkan baut-baut clamp untuk mengembalikan bentang tengah yang dilaporkan melengkung (artikel komprehensif di sini). Hasil investigasi tim ITS yang diketuai oleh Prof. Priyo Suprobo melaporkan bahwa upaya pendongkrakan tersebut menyebabkan sebagian cable hanger mengencang sedangkan bagian lain mengendur. Selain itu, prosesnya terindikasi dilakukan secara tidak seimbang; sisi hilir dinaikkan 15 cm sedangkan sisi hulu baru dinaikkan 10 cm sehingga jembatan tsb miring. Dalam kondisi yang sedemikian labil, keadaan makin diperparah ketika kendaraan yang tetap dibiarkan lewat di atasnya. Stress yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan beban akhirnya mengakibatkan lepasnya clamp yang mencengkram cable hanger penghubung jalan dengan kabel suspensi. Terlepasnya cable hange dari clamp menghasilkan efek domino yang berujung pada runtuhnya bagian tengah jembatan. Di tulisan sebelumnya, saya menduga bahwa kejadian ini bukanah disebabkan oleh single event, melainkan disumbang oleh banyak kegagalan struktural yang tak mendapat perhatian. Dugaan tsb ternyata benar. Deformasi jembatan sebenarnya telah diketahui pihak PU sejak lama namun tidak mendapatkan perhatian. Di tahun 2001, salah satu anchor block dilaporkan bergeser dan menyebabkan ujung tiang utama jembatan (pylon) miring sebesar 8-10 cm. Di tahun 2006, analisa yang dilakukan oleh PT. Hutama Karya menemukan fakta bahwa terjadi peregangan di bagian hulu dan hilir, pylon yg sebelumnya diketahui miring sebesar 10 cm kini bertambah menjadi 15 cm dan bentang tengah jembatan (chamber) turun sebesar 72 cm. Untuk mengatasi masalah tsb, konsultan teknik PT Indenes Utama Engineering telah merekomendasikan 4 langkah; yaitu pengencangan baut-baut clamp, penyesuaian kabel penyangga untuk mendapatkan chamber yang sesuai rencana, pemasangan expansion joint, dan pengisian pasir pada anchor block untuk memperkuat ikatan kabel utama di tanah. Langkah tsb pun telah diketahui dan disetujui oleh kementrian PU. Dari 4 rekomendasi tsb, hingga tahun 2011 DPU Kukar mengaku baru menjalankan 2 rekomendasi, yaitu pengisian pasir pada anchor block dan pemasangan expansion joint. Perbaikan tsb menghabiskan Rp 1,6 miliar yang diambilkan dari dana alokasi khusus. Namun demikian, item perbaikan yang dimaksud tidak ditemukan saat dicek dalam buku pertanggungjawaban APBD 2007. Media cetak Kaltim Pos tanggal 30/10/2011 mewartakan bahwa pemeliharaan tidak pernah dianggarkan sejak jembatan diresmikan. Pasca analisa kegagalan struktur di tahun 2006, DPU sempat mengusulkan anggaran Rp 23 miliar untuk pemeliharaan di tahun 2008 namun tidak terealisasi. Item perbaikan jembatan berikutnya senilai Rp 2,99 miliar baru teralokasikan di tahun 2011.  Sungguh aneh mengingat APBD Kukar tahun 2007 yang senilai Rp 3,5 triliun, DPU selaku pengelola jembatan mendapat jatah Rp 1,3 triliun. Jatah ini terus meningkat seiring meningkatnya nilai APBD Kukar di tahun-tahun berikutnya.   Rasanya tak ada alasan bahwa pemeliharaan jembatan tak dilakukan karena tak ada anggaran.  Sulit bagi saya yang awam ini untuk menalar mengapa butuh waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki infrastruktur yang demikian vital bagi masyarakat Kukar. Kaltim Pos  edisi cetak  tanggal 2/12/2011 mengungkap fakta mengejutkan tentang lemahnya koordinasi dan komunikasi di kalangan birokrat. DPRD Kukar selaku perencana anggaran mengaku tak pernah diberitahu tentang kondisi jembatan sejak tahun 2006!!  Entah apa alasan DPU Kukar 'menyembunyikan' hal temuan dan rekomendasi tsb selama 5 tahun. Wakil ketua DPRD Kukar Baharuddin Demu mengatakan seandainya temuan tsb dipresentasikan tak mungkin bujet pemeliharaan tidak dianggarkan. "Jangankan Rp 23 miliar, lebih pun pasti dianggarkan. Ini soal nyawa manusia.." imbuhnya. Dikonfirmasi tentang lemahnya fungsi pengawasan pemkab thdp operasional jembatan, bupati Kukar Rita Widyasari mengungkapkan keterbatasan keahlian DPU untuk memelihara jembatan. "Saya sepakat jika jembatan yang memiliki teknologi tinggi seperti ini mendapat pengawasan dari pemerintah pusat." terangnya. Padahal di tahun 2006 kementrian PU telah mengetahui dan menyetujui 4 rekomendasi yang digagas oleh PT. Indenes Utama Engineering. Bahkan 6 hari sebelum terjadinya tragedi, tim kementrian PU datang ke Kukar untuk memberikan asistensi kepada DPU Kukar sehubungan dengan perawatan jembatan. Saya pun jadi berpikir, pengawasan seperti apa yang diinginkan oleh pemkab jika mereka telah mengetahui masalahnya, bagaimana cara mengatasinya, dan langkah tsb pun telah diamini oleh 'big boss-nya'? Apakah menunggu diobrak-obrak oleh pusat dulu? Lalu apa gunanya otonomi daerah? Dengan rantai birokrasi yang makin pendek, yang kita butuhkan hanya belajar membangun dan mengelola saja.  Apa belajar juga harus menunggu instruksi? Kok mental kita masih seperti anak kelas 1 SD yang baru tekun jika ada orangtua berdiri di belakang sambil membawa sapu lidi...tak punya inisiatif. 2 hari yang lalu saya membaca headline di Kaltim Pos bahwa polisi kini telah menetapkan beberapa tersangka terkait kelalaian operasional jembatan, meskipun nama-nama ybs belum dirilis. Menanggapi hal ini, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kukar, Soetiono menyalahkan PT Bukaka Teknik Utama selaku kontraktor perbaikan jembatan karena terindikasi tidak hati-hati dan meyakinkan DPU bahwa jembatan tak perlu ditutup. Hasil investigasi mengindikasikan kelalaian kontraktor dalam menjalankan tugasnya. Namun selaku penanggungjawab dan pemilik infrastruktur, DPU tak selayaknya begitu saja percaya dan menyetujui apa yang diusulkan kontraktor, apalagi menyerahkan pekerjaan tanpa pengawasan yang memadai. Untuk pekerjaan yang beresiko tinggi tak jarang kita harus meminta second, third bahkan fourth opinion.  Saya bertanya-tanya apakah hal ini telah dilakukan? Saya mengakui bahwa kompetensi putra daerah terkadang masih kurang dibanding pusat, namun saya berpendapat bahwa Pemkab Kukar dalam hal ini DPU punya waktu setidaknya 10 tahun untuk mempelajari jembatan yang teknologinya disebut-sebut lebih modern daripada Golden Gate di San Fransisco, karena merupakan kombinasi dari suspension dan truss bridge. Padahal sebagai suspension bridge bentang panjang, jembatan Tenggarong tidaklah unik atau satu-satunya. Jembatan tipe ini memiliki keuntungan dibanding jembatan tiang pancang karena bentang yang dicapai lebih panjang daripada tipe jembatan lain, material yang dibutuhkan lebih sedikit dan lebih tahan terhadap gempa daripada beam bridge yang konvensional dan lebih berat. Jembatan ini pun kini lazim digunakan di seluruh dunia. Suspension bridge terpanjang di dunia, Akashi Kaikyo Bridge yang menghubungkan P. Honshu dan Shikoku bahkan memiliki bentang hampir 2 Km. Sesungguhnya kesempatan belajar sesungguhnya terbuka sangat luas. Jika mau, bisa saja pemkab Kukar mengundang ahli konstruksi suspension bridge untuk belajar tentang ilmu konstruksi dan perawatannya. Tidak perlu menunggu pusat untuk itu. Jangan lupa Kukar adalah kabupaten terkaya di Indonesia. Dengan pemasukan daerah yg sedemikian besar, saya yakin mereka punya resource yang mereka butuhkan untuk membangun daerahnya. Pembangunan seharusnya tidak dititikberatkan pada infrastruktur saja, namun juga pembangunan SDM. Buat apa kita menganggarkan proyek wahhh berteknologi canggih menghabiskan dana ratusan miliar jika kita tak tahu cara menggunakan dan merawatnya? Jika akhirnya mangkrak atau dalam kasus ini rubuh, tidakkah hal tsb hanya menyia-nyiakan uang rakyat saja? Kasus rubuhnya Jembatan Tenggarong bukanlah satu-satunya contoh hitam buruknya pengelolaan infrastruktur di Indonesia. Masih di Kukar, gedung-gedung yang khusus dibangun untuk PON lalu kini mangkrak dan tak terawat. Alasannya lagi-lagi birokrasi: belum diserahterimakan lah, tak jelas siapa penanggungjawabnya lah, dll. Padahal infrastuktur ini menghabiskan dana pembangunan sekian ratus miliar rupiah. Apakah dulu ketika dianggarkan tak dipikirkan fungsinya setelah kegiatan selesai? Lucunya hal ini terus berulang dan terjadi di seluruh Indonesia. Ini baru di Kukar, belum lagi di provinsi lain seperti di Kalteng, Kalsel, bahkan Jakarta. Kita memang pandai membangun, begitu mudah bangga pada pencapaian sementara senilai ratusan milyar, namun lupa pada hal yang terpenting: merawat yang sudah ada dan meningkatkan pencapaian tsb. Sumber: Kaltim Pos edisi cetak Artikel  terkait: http://regional.kompasiana.com/2011/11/29/runtuhnya-jembatan-tenggarong-potret-pengabaian-aspek-teknis-pada-infrastruktur-strategis/ http://regional.kompasiana.com/2011/12/02/perkiraan-penyebab-ambruknya-jembatan-mahakam-ii/ http://regional.kompasiana.com/2011/11/27/kutai-kartanegara-bridge-tacoma-narrow-bridge-silver-bridge-dan-peace-river-bridge/ http://regional.kompasiana.com/2011/11/28/waspadalah-jembatan-di-jakarta-pun-berpotensi-runtuh/ http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/11/29/jembatan-kutai-kartanegara-bukan-yang-pertama-kali/

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun