Mohon tunggu...
Nidya Utami
Nidya Utami Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis

Menulis adalah passionku. Medium kata adalah caraku mengekspresikan diri

Selanjutnya

Tutup

Nature

Isu Kucing Jalanan yang Dilematis

8 September 2022   20:21 Diperbarui: 8 September 2022   20:42 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kucing adalah hewan yang telah berdampingan dengan manusia selama berabad-abad, bermula sebagai pengusir tikus di era agrikultur. Maka obsesi kucing dimulai karena membantu meminimalisir pes. Di masa lalu kucing bahkan dikubur bersama pemiliknya yang kaya di dalam piramida. 

Felis catus(nama latinnya kucing) bisa ditelusuri asal-muasalnya hingga silsilah kucing hutan di Afrika. Namun seiring berjalannya waktu, populasi kucing liar bertambah terus akibat rasa kasih manusia terhadap makhluk-makhluk elegan nan imut ini(karakteristik sikap lucu hewan ini malah terkait dengan pembawaan predatorial rantai makanan menengahnya di alam bebas). 

Bahkan ke titik kucing dinilai sebagai hama, salah satu pencetus pandangan ini adalah sebuah kasus beberapa waktu lalu dimana kucing liar memakan binatang langka dilindungi di sebuah negara. Lalu kasus-kasus lain yakni menurunnya kebersihan lingkungan akibat rakyat suka memberi makan pada kucing liar. 

Dalam konteks pemeliharaan, kucingpun sulit untuk dilatih secara penuh untuk kegiatan-kegiatan asistensi. Berbeda dari anjing yang bisa dilatih sebagai anjing terapi, anjing pemadam kebakaran, anjing pencari orang hilang, anjing penuntun orang buta, anjing pengendus narkoba dan sebagainya. 

Maka kelihatannya kebiri kucing jalanan adalah opsi baik agar mengurangi populasi kucing liar yang berkeliaran di jalanan perumahan manusia. Meskipun respon rakyat tentunya ambivalen dari segi values yang notabene pecinta kucing. Kecintaan ini seakan tak berdasar kendati ada penelitian bahwa frekuensi meong seekor kucing mirip suara tangisan bayi yang membangkitkan rasa ingin melindungi dari pihak manusia. Tapi tak bisa dipungkiri public health concerns yang muncul akibat kucing liar. Adapun aspek budget bakal mengkhawatirkan apabila ingin menindaklanjuti program kebiri hewan liar yang tentu pakai biaya dan memakan waktu. 

Solusinya adalah animal shelters perlu didanai(bisa dari sumbangan masyarakat ataupun dari pemerintah)agar proses perawatan hewan liar lebih diurus secara cermat selain daripada program kebiri hewan liar, juga bisa progres pada peningkatan kegiatan adoption kucing dari jalanan yang telah diasah animal shelter seperti di protokol luar negri untuk solusi interim akan overpopulation.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun