Mohon tunggu...
nidaul khusna
nidaul khusna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kepala Desa Kaliangkrik, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNSIA semester 4

Saya seorang ibu rumah tangga dengan 3 anak yang aktif akan tetapi selalu memprioritaskan keluarga di sela kesibukan saya menjadi Kepala Desa di desa Kaliangkrik, sebuah desa di Lereng Gunung Sumbing Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Saat ini saya juga aktif menjadi mahasiswa semester 4 Universitas Cyber Asia jurusan Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cara Meningkatkan Literasi Digital pada Masyarakat Indonesia

10 Februari 2023   12:37 Diperbarui: 10 Februari 2023   12:53 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Literasi Digita- Sumber: Dok SMAN 1 Talun

Jengah. Adalah satu kata yang mampu menggambarkan betapa literasi digital sebagian besar masyarakat di Indonesia masih sangat rendah. Meski penelitian menyebutkan tingkat literasi digital kita diangka sedang yang 3,5 serta akhir-akhir ini cenderung meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak media online memberitakan permasalahan di masyarakat yang disebabkan karena rendahnya literasi digital masyarakat kita.

Sebagai contoh nyata adalah cyber bullying yang marak terjadi di platform media sosial kita. facebook, Instagram adalah salah satu platform yang menurut saya banyak kita dapati cyber bullying kepada siapapun terhadap apapun. Kata-kata yang yang dilontarkan oleh perudung di dunia maya terkadang sangat tidak pantas. Seakan batasan kesopanan dalam berkomentar itu sudah hilang. Ini karena anggapan pengguna media sosial bahwa 

" ini hanya dunia maya"

 Tanpa mereka sadar bahwa sebenarnya saat ini batasan antara dunia nyata dan dunia maya hanya setipis rambut. Frekuensi masyarakat sekarang menjalankan aktivitas secara online melebihi aktivitas di lapangan. Ini cukup menunjukkan bahwa literasi digital kita semakin hari bukan semakin tinggi akan tetapi semakin rendah.

Dari mini riset yang saya lakukan beberapa waktu yang lalu. Dari responden yang mempunyai rentang usia 20-35 tahun, Sebagian besar tahu tentang UU ITE akan tetapi belum pernah membaca isinya. Kemudian dari responden tersebut didapati bahwa gawai yang dipakai sehari-hari mereka seringnya digunakan untuk bermain media sosial, mencari tahu pelajaran sekolah. yang menarik adalah bahwa tidak ada satu pun yang melakukan aktivitas menambah pengetahuan akan perlunya literasi digital untuk menghadapi perkembangan zaman yang serba canggih ini.

Jadi, mengapa hal itu terjadi? Masuk lebih dalam saya menemukan bahwa akar permasalahnnya ada pada budaya membaca yang sangat rendah. Data dari UNESCO menunjukkan bahwa minat baca buku (atau apapun) negara kita menduduki angka 60 dari 61 negara. Melihat dari hal ini, maka pantas saja jika tingkat literasi digital di Indonesia sangatlah memprihatinkan.

Sebagai informasi bahwa dalam literasi digital terdapat 4 (empat) pilar literasi yang penting untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman mengenai perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan hal tersebut, terdapat penjelasan sebagai berikut :

  • Digital skill berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, terdapat kesimpulan bahwa skill responden sudah cukup bagus. Responden dengan profesi pengangguran juga tetap "melek" internet dan menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari mereka. Bisa mengoperasikan aplikasi media sosial dan aplikasi di gawai mereka menunjukkan bahwa mereka mempunyai kemampuan digital.
  • Digital culture adalah bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan. Banyak masyarakat yang merasa ruang digital tidak ada aturannya, berbeda ketika di ruang fisik yang memiliki tata krama. Secara umum responden menggunakan intenet dengan normatif. Meskipun mereka tidak terlalu faham tentang UU ITE, akan tetapi mereka mempunyai kendali pribadi berupa norma yang sudah sejak jaman dahulu ditanamkan baik oleh agama maupun orang tua dan lingkungan .
  • Digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari. Dalam wawancara responden menunjukkan bahwa mereka mempunya kesadaran untuk tetap menjaga etika di dunia maya,salah satu alasannya karena takut berurusan dengan polisi dan tidak sesuai dengan kata hati kecil mereka.
  • Digital safety adalah kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital. Hal ini belum sepenuhnya difahami responden. Responden yang tidak punya pekerjaan tidak mempunyai pengetahuan akan pentingnya keamanan data pribadi seperti password facebook.

Jika 4 pilar ini bisa ditanamkan kepada masyarakat kita di berbagai kesempatan, tentunya bangsa Indonesia akan siap menerima gempuran teknologi. Perlu adanya revolusi yang ektrim, berani, dan menyeluruh pada segenap sistem di negara kita. Ini bukan lagi menjadi tanggung jawab kementrian tertentu saja. Akan tetapi semua harus mulai bergerak.

Sektor pendidikan merupakan sektor yang strategis dalam memacu menaikkan tingkat literasi digital dalam sekup nasional antara lain :

  • Di dalam perkuliahan dosen menjadi role model kepada mahasiswa bagaimana menggunakan gawai yang baik dan benar.
  • Mengadakan kegiatan seminar tentang literasi digital bagi mahasiswa baru
  • Mengadakan sosialisasi advokasi UU ITE untuk seluruh mahasiswa
  • Adanya penanaman nilai budi pekerti yang baik yang tersistem di lingkungan universitas
  • Mengadakan program-program peningkatan literasi digital untuk dosen dan mahasiswa
  • Memasukkan materi peningkatan literasi digital pada program KKN

Dan masih banyak kegiatan lainnya yang bisa kita lakukan. Yang harus kita ingat adalah bahwa menanamkan kesadaran menggunakan gawai secara bertanggung jawab adalah penting. Dan bahwa gawai ini sebenarnya hanya sebuah alat bantu, yang bisa digunakan untuk kebaikan dan bisa juga digunakan sebagai alat kejahatan. Maka nilai-nilai sebagai pribadi yang baik, bijak, dan bertanggung jawablah yang akan mewujudkan kemanfaatan dari sebuah tekhnologi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun