Mohon tunggu...
Nico Okada
Nico Okada Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berbagi imaji, berbaur mimpi. Seringkali menyala dalam gelap

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Candradimuka: Bright Side of the Moon

5 Mei 2012   18:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin malam setelah hujan melanda daerah rumah, saya memutuskan ke rumah Dion. Setelah pulang kampus tadi saya membuat janji untuk berkunjung kesana. Kami sering membuat acara sendiri, seperti "nyoren" dimana berbincang sembari menikmati senja hari dengan menu rokok terutama. Saat di kampus, kami berbincang juga dengan Jingga yang kisah kuliahnya kali ini diliputi dengan menantang batas kota Solo - Jogja pergi pulang karena hanya tinggal bimbingan dosen (kuliah sama halnya dengan primagama.haha)

Sebenarnya kantuk sudah melanda terlebih pada pusat mata, saat memutuskan untuk mandi setelah bertanya kabar apakah daerah rumah Dion sudah reda. Mengendarai motor tril saya kemudian melaju, yah kali ini menggunakan tril tersebut dikarenakan vespa saya macet pada siang harinya padahal sudah saya belikan bensin campur dua liter yang lumayan menguras uang saku saya. Jaket hitam tebal tersematkan di tubuh saya, kali ini cuaca lumayan dingin setelah hujan.

Sampai di depan gerbang rumah Dion, tanpa melalui kode dia pun telah menuju gerbang. Semacam deru motor saya membahana hingga kedalam rumah. Saat itu kedua orangtuanya pergi, lumayan lah agar saya bisa sedikit terpingkal dan teriak tidak karuan. Menu yang disuguhkan ialah hasil kebun, rambutan, manggis, dan roti. Kenapa roti? karena di daerah rumah Dion roti adalah semacam tumbuhan perdu yang muncul saat musim penghujan dan itu biasanya berjenis roti semir..huahaha Langsunglah saya melahap manggis, karena sudah lama sekali saya tidak menjumpai dan menikmati buah tersebut. Sembari tebak-tebak buah manggis, andaikan taruhan pasti menang banyak. Karena jawabanya isi buahnya ada pada dasar buah. Saya amati isi buah tersebut yang berwarna putih dan memiliki kulit dalam yang merah, seperti organ tubuh alien yang pernah saya temukan di daerah dekat kamar saya, tiba-tiba alien itu saya temukan di tv.hehe Sudah banyak saya memakan beberapa biji buah tersebut, sembari ngobrol tentang ide-ide kami berdua yang semoga terlaksana dalam waktu dekat ini. Kali ini yang sedang getol kami bicarakan adalah politik dan hal-hal tentang kampus kecil kami yang tidak ada public space lumayan nyaman, bahkan setelah berdirinya gedung baru kelas yang hanya bisa digunakan hanya berjumlah delapan. Ironi sekali dengan SD Inpres, bagaimana kalo sebaiknya kampus menyewa gedung SD-SD Inpres yang minim murid itu untuk proses perkuliahan. Tempat kumpul kami di depan perpus pun sekarang dipagari dengan pot yang sering saya tendangi. Pantas saja akreditasi turun, mana dosen juga banyak yang sibuk dan seringkali risih dengan mahasiswa. Woy situ bukan dewa woy peler!!!

Perbincangan kami pun terhenti dikarenakan rasa lapar yang fana hingga menembus pencernaan. Akhirnya Dion berbaik hati untuk membuatkan mie instan, kami berlawanan ideologi untuk ini. Saya pro indomie, dia pro terhadap mie sedaap yang huruf A nya ntah berapa, tapi lumayan nikmat jika perut lapar. Apa idealismu selalu kamu sanjung ketika lapar kawan? tanya saja bung Budiman Sudjatmiko :) Kami berdua menyantap mie tersebut, saya pada divisi rebus Dion pada divisi goreng. Tiba-tiba kenyang melanda setelah makanan itu habis, sangat disayangkan ketika kita kenyang segala sesuatu pasti merasa nyaman dan melebur kedalam zona aman yang sering membelenggu kita. Kembali bercakap tentang apapun itu hingga nyaris pagi buta. Karena mata sudah pedas saya undur diri, tapi saat akan mengeluarkan motor Dion menatap langit dan berkata "bulanne apik." Saya pun lantas melihat ke angkasa, alangkah indahnya bulan itu membelakangi awan dan menghasilkan cahaya pendar mirip warna pelangi, saya menyebutnya itu adalah "Candradimuka" karena dipikiran saya candradimuka adalah tempat psikadelik yang menyuguhkan warna halusinasi hampir seperti itu dan seketika membayang musik cerdas ala Pink Floyd yang terbentur LSD. Sepanjang hidup saya baru pertama kali saya melihat hal seperti itu dan ternyata Dion sudah beberapa kali, sial!! Kami memantau langit lumayan lama, hampir satu jam bak pekerja observatorium atau peramal agama yang bisa menghardik hari besar. Sungguh bulan saat itu sungguh mengasyikan untuk dilihat bahkan saya tidak bosan-bosannya menghadap atas, dalam imaji saya alam raya tersebut bagaikan lautan berpadu dengan hiburan berbagai galaksi. Warna pelangi itu samar-samar pudar disertai dengan hilangnya awan, saya pun melaju menuju rumah. foto oleh: Angel Villanueva (2008) 13 Desember 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun