Mohon tunggu...
Nikodemus Niko
Nikodemus Niko Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti

Saya hanya seorang penulis lepas, hidup di jalanan berbatu dan mati di atas rindu yang berserak.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melulu Berfokus pada Dirinya Sendiri, Kapan Manusia Mempertimbangkan Etika Lingkungan?

6 Juni 2018   01:20 Diperbarui: 6 Juni 2018   11:13 2695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Growth ethich, yaitu etika ingin terus menerus maju. Perkembangan modernisasi telah mengubah pemikiran manusia dalam kaitannya dengan ethos. Kita dapat menyaksikan keangkuhan manusia-manusia modern dalam berkompetisi antar-manusia dalam mengumpulkan kekayaan materiil yang mereka sebut sebagai kesuksesan diri, hal ini tergambar pada karya Harold L. Wilensky yang berjudul The Early Impact of Industrialization on Society.

Adanya arus modernisasi dan industrialisasi dengan segala kompleksitasnya akan melahirkan pergeseran dalam peran-peran manusia. Sisi negatifnya adalah ketika pabrik-pabrik dan pusat-pusat ekonomi didirikan dengan mengorbankan lingkungan disekitarnya, bahwa posisi lingkungan sebagai penyedia bahan baku industri dieksploitasi besar-besaran.

Materialism, yaitu kemodernan yang diukur dengan tindakan-tindakan konsumsi. Konsumsi bukan lagi sebagai sarana untuk bertahan hidup atau menjaga kelangsungan hidup, tetapi konsumsi telah berubah menjadi hidup itu sendiri.

Konsumsi merupakan gaya hidup baru yang diyakini sebagai simbol dari modernitas. Secara ekologis, produk konsumtif telah menyebabkan sampah sebagai salah satu persoalan utama masyarakat kota. Sungai-sungai tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga, perilaku masyarakat kita yang belum sadar akan bahaya sampah yang dibuang di sungai menjadi persoalan tersendiri.

Individualism, yakni sikap dan keyakinan dengan menekankan dorongan personal tanpa memikirkan kepentingan dan kerugian di pihak lain. Bentuk-bentuk keserakahan semacam ini akan lebih mengorientasikan manusia hanya pada kepentingan dan keberhasilan dirinya, tanpa berpikir panjang akibat yang ajan diterima kelompok-kelompok masyarakat lain. 

Hal paling mendasar adalah persoalan distribusi sumber daya alam, yang acapkali sering terjadi ketidakmerataan. Terdapat kelompok masyarakat yang memiliki hak dan kewenangan dalam mengelola dan mengatur, sementara terdapat kelompok lain yang tidak memiliki kekuasaan sama sekali (powerless). Akibatnya tak jarang kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak terlibat dalam perusakan lingkungan tetapi justru menanggung akibat dari kerusakan lingkungan.

Menyaksikan kesedihan atas eksploitasi alam di Indonesia saat ini, tidak mudah bagi kita untuk menyalahkan siapa-siapa. Apakah salah pemerintah yang kecolongan memberikan izin konsesi dan eksploitasi lahan yang kemudian terjadi besar-besaran? Apakah salah perusahaan yang membabat habis hutan-hutan perawan, kemudian ada campur tangan sebagian kecil masyarakat yang memiliki kuasa (power)?

Tidak ada yang dapat kita tuntut untuk bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan lingkungan kita yang sudah parah. Bencana alam yang datang silih berganti bukan tanpa sebab. Rusaknya lingkungan menyebabkan keadaan udara tercemar, rusaknya tanah tidak terlepas dari ekploitasi penggundulan hutan. Kita semua tahu, bahwa Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik yang sudah sangat mengkhawatirkan.

Kampanye sustainable society
Masyarakat dan lingkungan merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Pendekatan Sosiologi yang dapat menjadi acuan dalam penyelamatan lingkungan dapat kita pelajari melalui konsepsi tentang relasi individu-sistem, bahwasannya upaya penyelamatan lingkungan dapat kita lakukan melalui pendekatan berikut: Pertama pendekatan individu dan kedua pendekatan sistem (Susilo, 2014).

Pertama, mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik-buruk lingkungan bergantung pada perilaku individu. Mengacu pada pendapat Parsons, bisa dinyatakan bahwa individu bisa melakukan peran penting, baik merusak maupun memelihara lingkungan sebab individu memiliki perilaku voluntaristik. Perilaku voluntaristik sendiri mengandung pengertian bahwa setiap individu menggunakan bermacam-macam sarana untuk mencapai tujuan. 

Setiap tindakan sosial pasti diorientasikan pada tujuan-tujuan tertentu. Individu tidak menyerah pada penggunaan satu alat sekali saja, melainkan tidak henti-hentinya untuk mengupayakan penggunaan alat yang efektif dan efisien, demi menggapai tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun