Mohon tunggu...
Nicho Kosip
Nicho Kosip Mohon Tunggu... Penulis - Nulis kalo mood-nya ngumpul :)

Lulusan Ilmu Komunikasi angkatan 2018 Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pergumulan Srintil, Lakon Penari Ronggeng dan Kentalnya Unsur Bahasa dalam "Sang Penari"

20 Oktober 2020   13:08 Diperbarui: 15 Desember 2020   19:42 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film 'Sang Penari' versi netflix.com

Paradigma fungsionalisme menjunjung tinggi adanya sebuah status quo. Dimana film ini mengangkat sebuah keteraturan baik budaya, bahasa, dan keseluruhan aspek di Dukuh Paruk yang sangat dijunjung tinggi. 

Paradigma ini menggambarkan adanya keteraturan dalam masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian yang utuh dan saling berkaitan. Dalam film "Sang Penari" dapat dilihat bagaimana konsep masyarakat dengan adat, bahasa, budaya, dan masih banyak unsur lainnya saling berkaitan dan sangat kompleks. 

Keteraturan dalam paradigma fungsionalisme cukup dapat dilihat dengan mata telanjang. Salah satunya adalah ritual atau sembahyang di depan makam Ki Secamenggala, ritual sebelum melakukan pentas ronggeng, prosesi penobatan seorang ronggeng, dan sebagainya. Selain itu, keterpaduan antara mata pencaharian masyarakat dengan kelas sosial yang ada, semua digambarkan sangat beriringan. 

Ada pula penggambaran tetua yang sangat dihormati di sana (Kartareja - dukun Ronggeng). Hal semacam inilah yang menunjukkan paradigma fungsionalisme dibangun.

Produksi Film Sang Penari (2011)

inikabarku.com
inikabarku.com
Film ini mampu menyajikan jalan cerita yang cukup membuat kita seolah terbawa pada era yang ditampilkan dalam film. Mengangkat suasana tahun 1960-an, film ini saya rasa cukup sukses membuat saya mendapatkan gambaran presisi di tahun tersebut. Pemilihan latar tempat, suasana, dan tokoh dalam film saya rasa juga cukup tepat sehingga karakter yang ditampilkan pasca produksi benar-benar dapat saya nikmati tanpa rasa kejanggalan.

Berbeda dengan adaptasi, film ini menekankan pada istilah 'terinspirasi'. Oleh sebab itu, jalan cerita dari film ini cukup berbeda dari novel trilogi karya Ahmad Tohari. 

Meskipun begitu, melihat satu kesatuan film ini saya rasa perlu diacungi jempol. Menurut saya tidak mudah untuk memproduksi film yang cukup kompleks dengan berbagai unsur di dalamnya (Bahasa, Budaya, jalan cerita, potret zaman, dan sebagainya). 

Oleh sebab itu, tak heran film ini mampu menyabet berbagai penghargaan dengan meraih sepuluh nominasi Festival Film Indonesia 2011 dan berhasil memenangkan empat Piala Citra untuk penghargaan utama (ensiklopedia.kemdikbud.go.id). Penghargaan tersebut diantaranya kategori film terbaik, sutradara terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik (Kartikasari, 2011).


Daftar Pustaka:

Caturwati, E. (2020). Ronggeng: Mitos dan Realita. Diakses pada 20 Oktober 05.00 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun