Mohon tunggu...
Agnia Melianasari
Agnia Melianasari Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia pembelajar

-Writer -Speaker -Voice Over -MC, Moderator -Young Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Menjadi Manusia Memang Menjadi Masalah untuk Manusia?

6 Maret 2021   17:51 Diperbarui: 6 Maret 2021   17:59 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.instagram.com/iksanskuterofficial

Si Anak berpikir, lalu ia menyadari bahwa Bapaknya mungkin lebih pantas untuk menaiki keledai. Si Anak kemudian turun dan meminta Si Bapak untuk naik. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju pasar. Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di sebuah kampung berikutnya. Disini mereka juga bertemu dengan sekelompok orang. Orang-orang itu saling berbisik sambil memandangi si bapak, anak, dan keledai. Karena penasaran, si Bapak kemudian bertanya, "Wahai Saudara-saudaraku, ada apa gerangan? Adakah sesuatu yang salah dari kami?"

Salah seorang pun menjawab, "Dimana rasa sayangmu terhadap anakmu itu? Anda bertubuh kuat, mengapa anak anda disuruh berjalan? Sungguh keterlaluan."

"Duhai Saudara-Saudaraku, tahukah kalian bahwa sebelumnya kami telah melewati beberapa kampung. Dan tidak ada satu carapun yang kami lakukan dianggap tepat. Terima kasih atas perhatian yang kalian berikan kepada kami." Jawab si Bapak.

Setelah itu, si bapak pun pamit untuk melanjutkan perjalanan, si Anak segera naik ke punggung keledai bersama si Bapak. Ketika keledai kelelahan, mereka berhenti di sebuah pinggir danau. Mereka membuka bekal makanan yang telah dibawa dari rumah, sementara keledai kecil itu memakan rumput dan minum dari air danau dengan puasnya.

Dari kisah diatas, jika berbicara mengenai pandangan orang lain terhadap diri kita, maka itu cukup berpengaruh. Apalagi pada masa perkembangan dan pencarian jati diri, beberapa orang bisa saja memutuskan untuk membentuk jati diri atas pandangan dari orang lain. "Kamu gak boleh begitu, kamu harus begini, harus begitu." Namun sebagian orang juga tidak menganggapnya dan bersikap bodo amat dengan pandangan orang lain. Tak ada yang salah, karena terkadang komentar orang lain juga dapat menjadi bahan evaluasi agar kita bisa terus maju dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan di masa lalu. Yang terpenting kita harus bisa mengontrol diri, dan ada baiknya jika kita mengurangi asupan opini yang berpotensi dapat merusak pendirian kita. Perbanyaklah mengasah logika dengan nuarani sendiri.

Dapat diambil pula hikmah bahwa seharusnya kita memantapkan tekad untuk terus berpegang teguh pada keyakinan kita. Tak perlu mengomentari orang lain, tak perlu juga mendengarkan komentar negatif dari orang lain. Kita hanya perlu memperbaiki sikap dalam menjalani lika-liku kehidupan. Jadikanlah refleksi terhadap diri, bahwa apa yang kita katakan kepada sekitar dapat berpengaruh besar bagi mereka. Seringkali kita memikirkan apa yang orang lain katakan kepada kita, tetapi justru kita sendiri jarang memperhatikan kata-kata yang kita keluarkan pada mereka.

Ini adalah sebuah pengingat, tugas kita sekarang adalah memberikan pengaruh yang baik bagi sekitar. Ya, hari ini, bukan nanti..

Dan jika kamu masih merasa bingung, merasa hidup masih terombang-ambingkan dalam kapal layar yang belum jelas arah tujuan berlabuhnya, cobalah untuk membuat peta konsep sendiri. Karena hidup itu harus mempunyai prinsip. Ya... kalau kamu ingin menjadi manusia. Agar disaat orang lain mempertanyakan 'mengapa' kita melakukan sesuatu, tentu kita harus memiliki alasan dibalik semua tindakan dan langkah yang kita ambil bukan?   Kenapa 'mengapa'?   Karena dibalik kata 'mengapa' itu terdapat sebuah alasan yang menggerakkan sesorang untuk bertindak. Baik itu bertindak untuk kebaikan masa depannya, maupun tindakan yang mungkin saja malah menjerumuskannya pada sebuah kegagalan. Tak apa, karena semuanya membutuhkan proses. Hidup itu sebuah perjalanan, dan manusia adalah sang 'pembelajar'

Banyak orang yang overthinking atas kehidupan yang dijalaninya di dunia ini. Mungkin hal tersebut terjadi karena terlalu membandingkan kehidupannya dengan orang lain, yang berada diatasnya. Yang padahal setiap manusia sudah mempunyai jalurnya masing-masing. Tuhan telah menuliskan skenario terbaik untuk kita. Kita tinggal mencari jalan (ikhtiar) dan menjalani segala skenarioNya.

Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang berguna/bermanfaat bagi orang lain?? Jika kita masih menganggap mistar kehidupan orang lain lebih menarik dibandingkan dengan mistar kehidupan kita, itu karena kita hanya melihat mistar kehidupan orang lain dari halaman luarnya saja. Yang rumputnya nampak selalu lebih segar dan hijau. Padahal, di dalamnya juga terdapat banyak masalah kehidupan yang mereka lalui, yang sama dengan kita atau bahkan lebih berat dari masalah yang kita hadapi.

Kawan... menjadi manusia bukanlah sebuah masalah. Kita patut bersyukur 'menjadi manusia'. Dan jika kamu merasa kehidupanmu terasa begitu rumit, itu karena terkadang kita sendiri yang membuatnya rumit. Sesekali mungkin wajar jika kita merasa lelah, tapi jangan sampai pasrah. Mau jadi apapun kita, bagaimanapun takdir kita, tetaplah dan terus bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Life is always worth it.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun