Mohon tunggu...
Agnia Melianasari
Agnia Melianasari Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia pembelajar

-Writer -Speaker -Voice Over -MC, Moderator -Young Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kisah Si Anak Bawang

2 Maret 2021   15:03 Diperbarui: 2 Maret 2021   15:13 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Oh iya, saya sangat berterimakasih kepada guru sekaligus wali kelas saya di kelas 4. Bu Budiyati, satu-satunya guru yang gigih membela saya. Ia tak gentar, berdiri kokoh menegakkan kebenaran. Ia mengungkapkan bahwa nilai hasil belajar saya memang begitu adanya, tak ada kecurangan sedikitpun. Itu penilaian murni dari guru saya.

Oh iya, selama SD saya sering mengikuti berbagai lomba. Dari mulai pildacil, speech contest, kinerja MIPA, olahraga, cerdas cermat, sampai siswa teladan. Dan dari situlah, saya mulai menemukan bakat saya. Saya suka berpidato dan senang berbicara di depan banyak orang.
Selain aktif di bidang akademik, saya juga aktif di bidang lainnya. Wirausaha misalnya. Hehe… maksudnya yaa, sedari SD saya sudah mulai prihatin. 

Jika orang tua saya sedang tidak punya uang, saya berinisiatif untuk berdagang. Biasanya saya menjual makanan ringan, cemilan, bros, gantungan kunci atau lainnya. Biasanya saya berjualan di kelas pada jam isirahat. Yaa meski awalnya saya sembunyi-sembunyi melakukan ini dan saya juga pernah dilarang oleh orang tua. Tapi saya tetap kekeh. Saya tidak malu. Saya bangga dengan apa yang saya lakukan. Toh ini juga untuk meringankan sedikit beban orang tua saya.

Perjalanan di masa putih merah cukup mengesankan. Dengan segala intro dan berbagai masalah kehidupan yang memberikan banyak pelajaran. Singkat cerita, akhirnya saya duduk di kelas 6 SD. Saya akan beranjak ke masa putih biru. Di masa-masa akhir itu, saya sempat dihadapkan dengan pilihan untuk melanjutkan pendidikan di berbagai sekolah. Salah satunya yaitu saya ditawari untuk sekolah di salah satu SMP favorit di Bumiayu. 

Sekolah tersebut memilki program unggulan yaitu akselerasi. Dimana jika saya mengambil program tersebut, saya akan menempuh pendidikan SMP hanya dengan 2 tahun. Dilanjut dengan SMA 2 taun, sehingga saya bisa cepat melangkah ke jenjang perguruan tinggi. Namun takdir berkata lain, bapak saya saat itu belum mengizinkan saya untuk sekolah ke luar kota. Ya, mungkin bapak saya masih khawatir dan belum bisa melepaskan putri kecilnya merantau jauh dari rumah. Dan akhirnya, saya bersekolah di salah satu sekolah islam swasta di kota saya.

MTs Assalam Salem, disinilah saya belajar lebih giat lagi. Menggali berbagai potensi, mencari pengalaman dan menambah pengetahuan. Semasa MTs, saya aktif mengikuti organisasi pramuka, OSIS, dan ekskul khitobah. Saya mengikuti kepengurusan di Organisasi Siswa Intra Sekolah selama dua periode. 

Periode pertama, saya menjabat sebagai wakil ketua dan di periode kedua saya diamanahi untuk menjadi bendahara. Kemudian untuk organisasi pramuka, tepatnya DP (Dewan Penggalang) saya menjabat sebagai ketua (pratama putri). Nah, selanjutnya di ekskul khitobah inilah, saya belajar lebih banyak lagi mengenai public speaking, terlebih pidato. Terutama berpidato dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris.

Hari demi hari berlalu, tiga tahun terasa begitu singkat. Saya mendapatkan begitu banyak hal selama masa putih biru. Selain pelajaran di sekolah, yang tak kalah berharga adalah pelajaran hidup yang mewarnai perjalanan saya.

Saat masa-masa akhir putih biru, saya kembali dilanda dilema. Tentu saat itu saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi, saya mempunyai keinginan untuk bersekolah di luar kota.  Kemudian datanglah beberapa tawaran. Selain saya ditawari untuk sekolah di SMA favorit di kota saya (karena merupakan satu-satunya sekolah negeri yang ada di daerah saya), saat itu saya juga sempat ingin mendatar di salah satu SMA favorit yang ada di pusat kabupaten Brebes. 

Lagi-lagi, bapak saya tidak mengizinkan karena khawatir. Disana tidak ada saudara yang dekat, katanya. Akhirnya saya melanjutkan pendidikan saya di MAN 2 Ciamis dan tinggal di Pondok Pesantren Al-Hasan. Ya karena memang Ciamis sudah menjadi salah satu rencana saya. Selain itu, disana juga banyak teman, kakak kelas bahkan saudara yang sama-sama bersekolah di MAN 2 Ciamis dan mondok di Pesantren Al-Hasan.
Kota manis tak selalu mempunyai cerita manis. Justru saya banyak menelan catatan pahit disini. Begitu banyak pelajaran yang saya dapatkan selama tiga tahun menimba ilmu di kota galendo ini.

Ternyata hidup di pesantren tak seindah yang saya bayangkan sebelumnya. Ya, terlebih saya tinggal di sebuah pesantren modern yang terletak di tengah kota. Kebanyakan teman-teman saya adalah orang berada. Kadang saya lebih asyik dengan dunia saya sendiri. Saya lebih suka berkegiatan di sekolah dan mengikuti organisasi ekstern lainnya. Terutama saat satu-dua tahun pertama. Saya belum begitu akrab dengan teman-teman satu angkatan saya di pondok. Entah kenapa, saya pikir disetiap fase kita akan mendapatkan orang-orang hebat bernama sahabat. Tapi saat itu saya belum merasakan kekeluargaan meski sebenarnya saya lebih banyak menghabiskan waktu bersama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun