pentigraf 1
Tiba di rumah adik, mulutnya mengatup. Matanya jalang menyapu pemandangan di hadapannya. Ditatapnya Cemplon dan None, buah hati yang baru tiga hari dilahirkannya, terkapar bersimbah darah di lehernya.Â
Diendusnya ceceran darah itu. Matanya semakin jalang kala berserobok pandang dengan Jalu, sahabatnya, mulutnya terdapat bercak darah.
Dia menggeram sekuat-kuatnya. Tanpa ba bi bu, Jalu diserangnya. Namun, Jalu berhasil menghindar dan kabur bagaikan kilat. Dikejarnya sekuat tenaga. Jalu menghilang entah ke mana.Â
Pedih? Sangat! Dendam kesumat pada Jalu begitu menggunung. Hatinya remuk, raganya lunglai. Dipanggil-panggilnya Cemplon dan None hingga parau ditelan angin.Â
Dia kembali ke rumah adik dengan gontai dan menghardik siapa pun yang dijumpainya. Dicari dan terus dicarinya Jalu tanpa lelah hingga malam semakin larut.
Dia meloncat ke atas genting karena melihat lampu kamar atas masih menyala. Dipanggil-panggilnya Cemplon dan None hingga membangunkan adik yang sudah terlelap. Adik menyambut dan mendekapnya penuh kehangatan. Dia mengeong meski masih dengan nada pilu.
(telah dimuat dalam antologi 68 pentigraf nusantara kppjb)
permata cimahi, 14042020