Tentu saya harus kuat untuk menghadapi kenyataan hidup ini; bersedih boleh akan tetapi jangan berlarut-larut, sebab apabila terus bersedih bagaimana mampu untuk meraih masa depan lebih cermelang.
10.
Saya dan Firman saja ketika pergi ke sekolah dengan jalan kaki, teman-teman sudah diantarkan menggunakan sepeda montor, meskipun jaraknya lumayan jauh 2 km akan tetapi tetap harus saya lakukan, demi sebuah masa depan. Apabila teman sebaya saya tiap tahun bisa berganti sepatu atau tas, saya bergantinya jika sudah rusak total tak bisa dibenahi.
Setiap kali akan berangkat sekolah saya selalu berpamitan, bersalaman, minta doa restu untuk menuntut ilmu; Bapak saya selalu mengajarkan itu, pergi dan pulang selalu berpamitan.
Setelah Bapak tiada saya hanya berpamitan dengan Ibu, dan Ibu selalu mendoakan agar saya menjadi anak kuat dan sholeh, berusahalah menjadi bintang meskipun cahayanya kecil akan tetapi cahayanya miliknya sendiri. Berbeda dengan bulan cahayanya besar akan tetapi hasil pinjaman.
11.
Manjadi anak yatim bukanlah pilihan, saya tak bisa memilih untuk itu, akan tetapi saya harus menerima titah yang telah di berikan Tuhan kepada saya; tentu Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik tanpa memberitahu mahluk-Nya.
Ibu selalu mendoakan kelak ketika dewasa saya bisa berbagi kepada anak yatim dan orang-orang tidak mampu. Namun satu pesan yang hingga saat ini selalu saya ingat dan tak bisa melupanya.
“Le...kelak apabila kau diberikan rejeki yang berlebih oleh Tuhan jangan lupa bersedekah kepada orang yang membutuhkan terutama kepada anak yatim, tapi pesan Ibu jangan kau undangan dan kau pertontonkan, kau sempatkan datang kerumahnya ketuk pintu rumahnya, silaturrahmi ajak bicara dari hati ke hati, tak perlu kau mencari sanjungan dari manusia, dan lagi ketika kau bersedekah lantas kau ingin di katakan dermawan, di umumkan di sana-di sini cukup kau dan Tuhan saja yang mengetahui apa yang kau berikan kepada mahluk-Nya”
12.