Mohon tunggu...
Niam At Majha
Niam At Majha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Buku dan Penikmat Kopi

Penulis Lepas dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Percakapan dari Beranda Rumah

7 Desember 2022   14:25 Diperbarui: 4 Januari 2023   16:17 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua minggu lalu saat saya di Yogyakarta. Tiba-tiba saya dihubungi Mas Ibda, penulis artikel dan opini multitalenta. Setelah basa-basi ngalor ngidul, dia meminta kesediaan saya untuk memberi kata pengantar kumpulan puisinya

Tak salah nih orang? ujar saya dalam hati.  Dari menulis artikel, berita, opini dia mau pindah haluan untuk menulis puisi, alasannya sederhana ia ingin berkisah tentang keluarganya melalui puisi.

Setelah naskah dikirimkan kepada saya, saya membacanya dengan khusuk, oh ternyata tak terlalu tebal. Jadi saya bisa membacanya dalam sekali duduk. Saya kemudian mulai membacanya halaman per halaman, sambil sesekali menyeruput kopi Plukaran. Saya menikmati kisah demi kisah. Kadang senyum, kadang sedih. Ya, saya hanyut dalam kisahnya. Ini puisi rasa ilmiah, gumam saya.

Padahal puisi sastra adalah tiruan dari realitas. Oleh sebab itu, puisi bisa menjadi cermin dari realita kehidupan keluarga, sosial dan cinta. Kalau saya mengatakan puisi adalah nurani. Puisi adalah hati; melaui puisi kita bisa berbagi atas segala nurani, hati bahkan naluri. Sebuah harapan tentang dunia sastra negeri ini yaitu para pemuisi harus bisa saling berbagi dalam segala. Karena dunia sastra bukan dunia sunyi atau sendiri melainkan dunia bersama harus di perjuangkan. Dan menyuarakan kesunyian ke permukaan.

Bagus Dwi Hantanto penyair Kudus mengatakan apabila puisi itu merentang seperti sungai. Panjang dan kadang melelahkan. Tetapi ada saja yang dapat kita tuai di dalamnya. Ada renungan, keheningan, yang semuanya terasa berjarak sekaligus dekat, hening sekaligus riuh, dan padat makna.

Puisi terlahir dari apa yang kita rasakan dan mempunyai makna berbeda. Meskipun itu hal sepele seperti apa yang kita lakukan pada saban hari. Puisi adalah cerminan diri dan hati. Ibda berusaha membuat puisi dengan apa saja yang saya alami, baik itu urusan cinta dengan istri maupun putrinya dan keluarga. Puisi adalah bentuk ungkapan hati.

Puisi dan cinta adalah dua mata kata tak dapat dipisahkan karena sebagian besar para sastrawan mengawali karyanya melalui cinta dengan cinta. Cinta adalah fitrah umat manusia. Banyak yang mengatakan karya seni (Puisi, novel, cerpen) adalah suara zaman, dan setiap zaman mempunyai polemik sendiri; ciri sendiri.

Lalu, sekarang pertanyaannya adalah kita hidup di zaman apa? Kita hidup di zaman di mana sesuatu bahkan waktu diringkus menjadi ringkas, segalanya serba bergegas, serba lekas. Tak ada lagi labirin kau disana dan aku disini. Semuanya telah menjadi dekat bahkan ruang pribadi seakan tiada sekat yang membatasi. Maka dari itu kita harus mampu membawa diri dan memposisikan diri.

Semua itu karena kemajuan media sosial, (twitter, facebook, whatsapp) menjadi sebuah fenomena dan menjadi makanan pokok setiap hari terutama para generasi Now yang sedang pancaroba. Melalui media tersebut kita bisa mengungkapkan apa saja; sedih, bahagia, patah hati, membenci dan seperangkatnya. Bahkan, tak sedikit yang lupa apabila media sosial adalah ruang pribadi yang bisa dinikmati siapa saja. Kepribadian seseorang dapat dilihat dari orang bermedia sosial. Dari sebatas selfi atau pun ceremonial serta menonjolkan identitas diri.

Terlepas dari hiruk pikuk di media sosial, saya akan menguraikan beberapa hal tentang puisi yang terangkum dalam antologi ini. Puisi-puisi yang telah lahir dari ruang kesendirian karena jauh dari orang-orang yang dicintai adalah puisi hati, yakni cerminan hati yang terlahir dengan tulus.

Akhirnya, saya mengutip dari Agus R Sarjono bahwa puisi adalah upaya membuat kongkret semua yang abstrak. Karena itu, metafora yang indah dan kuat adalah metafora yang disusun dan dibuat dengan mengacu pada kenyataan yang kongkret.

                                                                        Jl. Dr. Susanto 04 Pati.  Jan 18 -- Des 22

                     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun