Dara menatap kalender. Ia melihat tanggal hari ini, tanggal 4 Juni. Ada titik merah di samping tanggalnya, pertanda pemerintah memberikan cuti bersama. Di saat semua teman-teman kosnya pulang kampung untuk libur lebaran, Dara masih berada di kamar kos yang sempit itu.
Matanya menerawang ke langit-langit kamar kos yang panas. Seharusnya ia berada di Cianjur, tempat tinggalnya. Setelah ibunya meninggal 6 bulan yang lalu, ia tidak memiliki alasan untuk mengunjungi keluarga di kampung halamannya. Ayahnya sudah beristri lagi saat kuburan ibunya masih basah. Lagipula, ia tidak pernah dekat dengan ayahnya.
"Ahh..," gumamnya sambil menjatuhkan punggung di kasur. Sayup-sayup terdengar suara kipas angin yang berdebu. Saking berdebunya, ia sudah tidak merasakan anginnya.
"Kamu enggak pulang?" tanya suara dari samping kanannya.
Dara menolehkan muka ke sebelah kanannya. Ia melihat ibunya sedang berbaring di sampingnya, menatapnya penuh kasih.
"Enggak. Abisnya enggak ada ibu, jadi enggak seru," jawab Dara.
Ibunya menatap agak khawatir. Ia tidak ingin Dara putus tali silahturahmi dengan keluarganya. Meski ia tidak dekat dengan keluarga ibu dan ayahnya, bukan berarti Dara harus menjauh dari keluarga.
"Daripada lebaran sendirian di sini, mending pulang. Libur masih lama, kan?"
Dara tidak menjawab. Matanya kini menatap ke langit-langit. Sejujurnya ia kesepian di kosan. Tetapi rasa enggan berbasa-basi dengan ayah dan istri barunya lebih besar.
Wanita berusia 23 tahun itu kembali menengok ke kanan, melihat ibu imajinernya. Ia berkata, "Ibu, semenjak bekerja di Jakarta, aku pengen sekali pulang dan lebaran di rumah. Aku mau kasih parsel dan THR buat ibu. Mau makan masakan ibu. Itu lho, opor ayam yang enak banget. Terus kita jalan-jalan, makan-makan di restoran ..."