Mohon tunggu...
Nia Islamiah
Nia Islamiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan UNESA

A Happy Woman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Esensi dari Merdeka Belajar yang Sesungguhnya?

13 Agustus 2022   08:54 Diperbarui: 13 Agustus 2022   08:59 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kali ini saya akan membahas tentang Merdeka Belajar, setidaknya berbagi ilmu terkhusus bagi orangtua dimasa depan. Kali ini dengan sedikit teori saya ingin membawa mindset para pembaca untuk mendalami makna Merdeka Belajar. Jadi belajar bukan hanya dari bangku sekolah, membaca artikel pun juga belajar. Jadi baca sampai akhir yaa...

Secara pribadi konsep Merdeka Belajar sangat asing dan luar biasa berbeda dengan sistem pendidikan Indonesia sebelumnya. Tentu kita ingat bahwa sebelum kebijakan Merdeka Belajar ini setiap akhir semester kita selalu diberikan selebaran daftar nama yang diurutkan berdasarkan rangking. Rangking paling tinggi dikatakan paling pintar dan rangking yang paling rendah dikatakan paling tidak pintar. Jadi cara pandang yang dibangun adalah yang memiliki nilai akademik tinggi dilabel pintar, sedangkan yang memiliki nilai akademik biasa-biasa saja atau bahkan paling tidak bagus dilabel tidak pintar. Kalau menurut pembaca kira-kira seperti ini adil gak ya? 

Menurut ahli Psikologi Gardner dalam Bukunya Frames of Mind: The theory of Multiple intelligence menjelaskan bahwa ada 9 tipe kecerdasan anak. Kecerdasan verbal-lingustik (cerdas kata), kecerdasan logis-matematis (cerdas angka), kecerdasan visual-spasial (cerdas gambar-warna), kecerdasan musikal (cerdas musik-lagu), kecerdasan kinestetik (cerdas gerak), kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), kecerdasan naturalis (cerdas alam), kecerdasan eksistensial (cerdas hakikat). Jadi ketika seorang anak tidak pandai matematika tetapi dia pandai melukis apakah anak ini dikatakan tidak pintar?

Kebijakan Merdeka Belajar menjawab cara pandang yang salah sebagian orang dengan melabeli pintar dan tidak pintar. Merdeka Belajar mengarahkan mindset bangsa Indonesia untuk percaya bahwa setiap generasi memiliki kelebihannya masing-masing. Kita sebagai orang dewasa yang melek pendidikan tentunya harus mampu mengidentifikasi kelebihan dari seorang anak untuk dikembangkan. 

Saya merasa sangat miris ketika melihat di lapangan masih ada guru yang menghukum siswa karena tidak bisa menjawab soal dalam mata pelajarannya. Tindakan seperti ini bukan semakin menjadikan siswa menjadi pintar tetapi malah menjadikan mental mereka menurun karena merasa dipermalukan dihadapan teman-temannya, merasa tidak pintar dan sebagainya. Dalam kebijakan Merdeka Belajar menerapkan kurikulum Merdeka Belajar yang menjadikan siswa sebagai orientasinya (student centered). Strategi pembelajarannya disebut dengan pembelajaran berdiferensiasi. Ini akan kita kupas satu-satu maknanya supaya tidak membingungkan. Tetap dibaca yaa..

Dari kata Merdeka Belajar, sebagai orang awam kita bisa menyimpulkan Merdeka Belajar adalah "Belajar dengan Merdeka". 

Merdeka itu apa? "Bebas, tidak ditindas, menyenangkan" atau secara singkat kita simpulkan menjadi "Belajar dengan sejahtera". 

Istilah ini sama seperti istilah "student well-being" yang dikemukakan tokoh bernama Noble and McGrath. Apa itu student well-being?

Student well-being merupakan kondisi dimana dalam proses pembelajaran siswa merasa nyaman, senang, tidak tertekan, dan pembelajaran menjadi bermakna dalam hidup mereka. Student well-being tidak hanya tentang kemampuan akademik melainkan juga kemampuan-kemampuan yang lain yang mereka miliki. Indikator student well-being adalah (1) secara kognitif akademiknya baik, (2) secara fisik, siswa bugar dan jiwanya sehat, (3) secara psikologis, mereka merasa puas dan tidak merasa tertekan, dan yang terakhir (4) secara sosial mereka mampu membangun hubungan yang harmonis dengan orangtua, teman sebaya, maupun masyarakat sekitar mereka. Jadi singkatnya Merdeka Belajar dapat diejawantahkan melalui student well-being. Jika masih ada siswa yang merasa takut, merasa tidak nyaman saat bersekolah karena tekanan untuk berprestasi secara akademik. Fix itu tidak mencerminkan Merdeka Belajar.

Pembaca harus tau bahwa dalam Kebijakan Merdeka Belajar menerapkan strategi pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan kualitas kognitif, afektif, dan psikomotorik setiap siswanya. Sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat mengakomodir kebutuhan belajar siswa. Contohnya, siswa A kemampuan mengingatnya pada level 3, siswa B pada level 4, siswa C pada level 2. Perlakuan terhadap mereka tidak bisa dipukul rata, tetapi sesuai kebutuhan mereka. Siswa A naik menjadi level 4, siswa B naik menjadi level 5, dan siswa C naik pada level 3. Jadi siswa C tidak dipaksa untuk seperti siswa B dan sebagainya. 

Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus mampu memenuhi kebutuhan belajar setiap siswanya dengan mengidentifikasi dan memetakan kebutuhan siswanya sesuai dengan minat, kesiapan belajar, dan profil belajar siswa. Kesiapan belajar disini dimaksudkan kemampuan kognitifnya sebelum menerima pembelajaran, jadi sebelum melakukan pembelajaran guru harus tau setiap siswanya berada pada level tidak memahami, kurang memahami, memahami atau sangat memahami. Tentu setiap siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Ada siswa yang tidak paham topik teks narasi misalnya, ada siswa yang paham setengah-setengah (kurang memahami), dan ada juga yang sangat memahami. Ritme mengajar guru harus memerhatikan kondisi tersebut, jangan sampai yang tidak memahami setelah belajar menjadi sangat tidak memahami. Wah semakin salah dong. Nah itu sekilas tentang kesiapan belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun