Mohon tunggu...
Ngainun Naim
Ngainun Naim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penulis buku JEJAK INTELEKTUAL TERSERAK (2023). Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Jawa Timur. Pengelola http://www.spirit-literasi.id. dan http://www.ngainun-naim.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Demi Satu Toko Buku Berguguran

9 Juni 2022   10:54 Diperbarui: 9 Juni 2022   11:10 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. screenshot IG Togamas

Ngainun Naim

 

Hari-hari ini dunia sosial sedang ramai dengan berita tentang rencana tutupnya Toko Buku Toga Mas Solo. Dari berita yang ada disebutkan bahwa Toga Mas Solo akan tutup, baik online maupun offline, mulai Juli 2022.

Banyak yang menyayangkan rencana ini. Berbagai komentar muncul. Analisis juga dilakukan dari berbagai sudut pandang. Namun saya kira itu tidak akan mengubah keadaan. Ramai diperbincangkan atau tidak, satu demi satu toko buku tampaknya akan berguguran. Terlalu banyak faktor yang tidak mendukung eksistensi toko buku di era sekarang ini.

Rencana tutupnya Toga Mas Solo menambah panjang daftar Toko Buku Toga Mas yang harus gulung tikar. Meskipun tidak seramai rencana penutupan di Solo, saya merasakan aura kesedihan saat Toko Buku Toga Mas Tulungagung harus gulung tikar pada Maret 2022. Berdasarkan pengumuman di Instagram dan juga pengumuman yang ditempel di toko, Toko Buku Toga Mas Tulungagung tutup permanen mulai 21 Maret 2022. Para pelanggan diarahkan untuk berbelanja ke Toga Mas Kediri. Padahal inilah satu-satunya toko buku yang menurut saya cukup representatif di Tulungagung dan sekitarnya.

Gugurnya satu demi satu toko buku di berbagai daerah sesungguhnya mewartakan kepedihan. Ya, toko buku tampaknya tidak akan mampu bertahan lagi. Hanya soal waktu saja. Kini kita yang mencintai dunia literasi berharap cemas toko mana lagi yang akan tutup.

Fenomena ini memunculkan beberapa bahan renungan bagi kita bersama. Pertama, masa depan toko buku, khususnya yang offline, suram. Bisa jadi ini karena gempuran perubahan di zaman digital. Orang kini tidak lagi mengandalkan buku cetak sebagai bahan bacaan. Tampaknya hadirnya buku digital menjadi pilihan.

Kedua, fenomena ini menandai keroposnya peradaban kita. Peradaban yang kokoh ditandai oleh tradisi membaca dan menulis yang mapan. Masyarakat yang kuat membaca dan menulis akan memiliki sudut pandang yang kaya. Selain itu juga memiliki modal yang mapan untuk menghadapi perubahan.

Riuh rendahnya dunia digital dengan pertengkaran yang kurang bermutu sekarang ini bisa jadi karena tidak dimilikinya basis pengetahuan dan sudut pandang yang mapan. Jika pengetahuannya mapan maka energi positif yang dimiliki akan dipergunakan untuk memperkaya kehidupan. Pelajaran hidup akan memperkaya, bukan menista.

Mengapa toko buku itu penting? Tentu ada banyak alasan. Salah satunya adalah penopang budaya membaca. Membaca itu basis bagi kemajuan sebuah bangsa. Hal ini sejalan dengan pendapat Alfons Taryadi yang menulis "Pengantar" pada buku klasik berjudul Buku dalam Indonesia Baru (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999). Alfons Taryadi menulis bahwa buku itu bukan hanya jendela dunia. Di dalam buku ada hidup dan kehidupan itu sendiri. Membaca yang dilakukan secara intensif menjadi modal utama menulis. Keduanya merupakan rangkaian yang saling berkait-kelindan. Kemampuan membaca-menulis dibayangkan oleh Alfons Taryadi sebagai basis bagi masyarakat Indonesia baru.

Idealitas Alfons Taryadi tampaknya bertepuk sebelah tangan. Pelan tapi pasti tradisi membaca dan menulis tergerus oleh arus perubahan yang dahsyat. Generasi muda sekarang merupakan generasi baru yang tidak akrab dengan buku cetak. Mereka akrab dengan hal-hal yang serba digital. Saya kira ini yang menjadi salah satu sebab mengapa satu demi satu toko buku berguguran.

Ketika saya mengunggah status tentang tutupnya Toko Buku Toga Mas Tulungagung di FB dan Instagram, tanggapan kawan-kawan sangat beragam. Saya ingin merangkum tanggapan dalam beberapa kategori. Pertama, merasakan kesedihan mendalam. Bagaimanapun juga, toko buku adalah penyangga budaya membaca dan menulis. Jika toko buku tutup berarti fenomena literasi menghadapi masa depan suram.

"Kiamat dunia perbukuan....pertanda semangat membaca dan berfikir mendalam dan serius telah habis usia", tulis seorang kawan. Saya memahami kegelisahannya karena tutupnya toko buku penanda serius semakin sedikitnya orang yang menekuni membaca buku cetak.

Kedua, memahami fenomena ini sebagai bagian dari dinamika zaman. Dalam Bahasa Jawa fenomena ini diistilahkan dengan wolak-walike zaman. Sekarang ini tugas kita bukan meratapi realitas tetapi melakukan usaha-usaha kreatif agar membaca-menulis tetap tumbuh dan berkembang. Tutupnya toko buku memang menyedihkan tetapi bukan kiamat. Masih banyak hal positif-kreatif yang bisa dilakukan.

Fenomena meredupnya minat terhadap buku cetak dan tutupnya toko buku bukan hanya terjadi di Indonesia. Informasi yang ada menyebutkan bahwa toko buku di berbagai negara---salah satunya Singapura---juga mengalami kebangkrutan.

Ketiga, masyarakat kita sekarang ini tidak lagi menjadikan buku sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Hadirnya internet telah menyediakan sumber ilmu yang beragam dan menarik. Justru ini menjadi tantangan untuk menjadikan buku cetak tetap memiliki peminat. Jika pun tidak tertarik terhadap buku cetak, setidaknya mereka memiliki tradisi membaca. Bukunya juga tidak harus buku cetak. Kita harus menyadari bahwa generasi milenial dan generasi Z lebih nyaman membaca buku digital.

Senjakala buku cetak telah datang. Ini merupakan fakta yang tidak bisa ditolak. Memang sedih tetapi kita harus melakukan Langkah-langkah kreatif-konstruktif agar membaca-menulis menjadi budaya. Persoalan memakai buku cetak atau e-book, itu persoalan teknis. Substansinya literasi harus membumi agar peradaban kita tidak kehilangan jati diri.

Tulungagung, 7-6-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun