Mohon tunggu...
Ngainun Naim
Ngainun Naim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penulis buku JEJAK INTELEKTUAL TERSERAK (2023). Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Jawa Timur. Pengelola http://www.spirit-literasi.id. dan http://www.ngainun-naim.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Demi Satu Toko Buku Berguguran

9 Juni 2022   10:54 Diperbarui: 9 Juni 2022   11:10 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. screenshot IG Togamas

Idealitas Alfons Taryadi tampaknya bertepuk sebelah tangan. Pelan tapi pasti tradisi membaca dan menulis tergerus oleh arus perubahan yang dahsyat. Generasi muda sekarang merupakan generasi baru yang tidak akrab dengan buku cetak. Mereka akrab dengan hal-hal yang serba digital. Saya kira ini yang menjadi salah satu sebab mengapa satu demi satu toko buku berguguran.

Ketika saya mengunggah status tentang tutupnya Toko Buku Toga Mas Tulungagung di FB dan Instagram, tanggapan kawan-kawan sangat beragam. Saya ingin merangkum tanggapan dalam beberapa kategori. Pertama, merasakan kesedihan mendalam. Bagaimanapun juga, toko buku adalah penyangga budaya membaca dan menulis. Jika toko buku tutup berarti fenomena literasi menghadapi masa depan suram.

"Kiamat dunia perbukuan....pertanda semangat membaca dan berfikir mendalam dan serius telah habis usia", tulis seorang kawan. Saya memahami kegelisahannya karena tutupnya toko buku penanda serius semakin sedikitnya orang yang menekuni membaca buku cetak.

Kedua, memahami fenomena ini sebagai bagian dari dinamika zaman. Dalam Bahasa Jawa fenomena ini diistilahkan dengan wolak-walike zaman. Sekarang ini tugas kita bukan meratapi realitas tetapi melakukan usaha-usaha kreatif agar membaca-menulis tetap tumbuh dan berkembang. Tutupnya toko buku memang menyedihkan tetapi bukan kiamat. Masih banyak hal positif-kreatif yang bisa dilakukan.

Fenomena meredupnya minat terhadap buku cetak dan tutupnya toko buku bukan hanya terjadi di Indonesia. Informasi yang ada menyebutkan bahwa toko buku di berbagai negara---salah satunya Singapura---juga mengalami kebangkrutan.

Ketiga, masyarakat kita sekarang ini tidak lagi menjadikan buku sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Hadirnya internet telah menyediakan sumber ilmu yang beragam dan menarik. Justru ini menjadi tantangan untuk menjadikan buku cetak tetap memiliki peminat. Jika pun tidak tertarik terhadap buku cetak, setidaknya mereka memiliki tradisi membaca. Bukunya juga tidak harus buku cetak. Kita harus menyadari bahwa generasi milenial dan generasi Z lebih nyaman membaca buku digital.

Senjakala buku cetak telah datang. Ini merupakan fakta yang tidak bisa ditolak. Memang sedih tetapi kita harus melakukan Langkah-langkah kreatif-konstruktif agar membaca-menulis menjadi budaya. Persoalan memakai buku cetak atau e-book, itu persoalan teknis. Substansinya literasi harus membumi agar peradaban kita tidak kehilangan jati diri.

Tulungagung, 7-6-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun