“Pendidikan harus dibangun di atas kejujuran, bukan di atas pungutan dan kepentingan pribadi yang tersembunyi di balik nama komite sekolah.”
Ketika Fungsi Mulia Tergelincir ke Jurang Penyimpangan
Komite sekolah sejatinya adalah mitra strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan, memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan, serta melakukan pengawasan terhadap jalannya program pendidikan. Namun, fakta di lapangan tidak selalu seindah aturan di atas kertas. Di banyak sekolah, komite justru menjelma menjadi entitas kontroversial, bahkan problematik.
Alih-alih menjadi pengawas dan mitra kritis, sebagian komite sekolah di Indonesia justru menyimpang dari fungsi idealnya. Mulai dari praktik pungutan liar, kurangnya transparansi keuangan, campur tangan berlebihan dalam urusan internal sekolah, hingga dugaan penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, semua menjadi benang kusut yang menyelimuti wajah komite sekolah.
Pungutan Liar Bermodus Partisipasi
Salah satu sisi tergelap dari keberadaan komite sekolah adalah praktik pungutan liar yang dibungkus dalam istilah “sumbangan sukarela” atau “partisipasi orang tua.” Dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2023, ditemukan bahwa sekitar 42% dari laporan masyarakat terkait pungutan liar di sektor pendidikan melibatkan peran komite sekolah.
"Komite sekolah yang ideal adalah mitra kritis, bukan tangan panjang sekolah untuk memungut uang."
- Nadiem Makarim, Mendikbudristek RI
Pungutan ini sering kali tidak transparan, tidak berdasarkan musyawarah, bahkan mengarah pada pemaksaan. Contohnya, iuran pembangunan gedung, uang masuk sekolah negeri, hingga biaya kegiatan ekstrakurikuler yang dibebankan pada seluruh siswa tanpa ada mekanisme keberatan atau pengecualian. Padahal, dalam Pasal 9 Permendikbud No. 75 Tahun 2016 dengan tegas disebutkan bahwa “komite sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/walinya.”
“Komite sekolah sering dijadikan alat untuk mengelabui aturan. Mereka bisa memungut uang atas nama partisipasi, padahal itu adalah pungutan terstruktur,” ungkap Wana Alamsyah, peneliti ICW, dalam diskusi publik daring bertajuk “Mengembalikan Fungsi Ideal Komite Sekolah” (Mei 2023).
Transparansi yang Samar dan Dana yang Menguap