Aku :
Nostalgia itu manis rasanya,
Seperti lidah gulali yang menempel di lidah kita.
Aroma manisnya memenuhi langit-langit tenggorokan.
Kau :
Tidak semua nostalgia manis.
Berpisah denganmu tidak manis!
Aku :
Dalam perpisahan, ingatan tentang pertemuan akan terus menempel,
Ibarat dua sisi mata uang, tak terpisahkan.
Nostalgia pertemuan kita sangat indah.
Maka, perpisahan pun demikian.
Kau :
Aku tidak mengerti, mengapa kau meninggalkanku.
Jelaskan!
Aku berhak mendapatkan penjelasanmu!
Aku :
Aku mengingat betapa tergila-gilanya aku padamu.
Menunggumu. Menatapmu. Menemanimu.
Kau :
Kau sedang memarahiku sekarang?
Aku :
Aku sedang mengingat betapa berbunga-bunganya hatiku.
Hariku dipenuhi dengan senyummu.
Semangatku mewarnai hari-harimu.
Kau :
Apakah perasaan itu masih ada? Untukku?
Setidaknya, masihkah tersisa? Untukku?
Aku :
Entahlah. Perlukah aku memastikannya?
Tidakkah keadaan ini lebih baik untuk kita berdua?
Tidakkah kau merasa bahwa apa yang kita jalani saat ini adalah yang terbaik?
Kau :
Bagaimana mungkin perpisahan itu indah?
Terimalah aku kembali.
Aku :
Lalu segalanya mulai dari awal lagi?