Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Notes for The Three Siblings, Catatan untuk Anak Perempuan Pertamaku (5)

11 Maret 2020   02:52 Diperbarui: 11 Maret 2020   02:50 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari masih pukul 07.00 pagi ketika kesibukan memasuki ruang makan keluarga dengan cepat. Terdengar langkah bergegas dari arah kamar menuju ruang keluarga.

"Kaak.." terdengar suara Raine, anak lelakiku memanggil Davira. Davira tidak menyahut. Raine berjalan perlahan mendekati kakaknya. Namun, Raine mendadak berhenti di ujung tangga, tidak jadi menuruni anak tangga, sejenak ada yang sedang dipikirkannya. Setelah beberapa detik, Raine menuruni tangga dengan perlahan.

Aku melihat Davira sedang mengikat sepatunya di dekat pintu. Ransel besar kehijauan berbahan kanvas tampak terlihat di sisi ransel berukuran sedang berwarna kuning dan tas laptop. Hari ini Davira akan berangkat ke Makassar. Lalu melanjutkan perjalanan ke Toraja. Aku kagum terhadap keberanian Davira melakukan perjalanan jauh. Perjalanan jauh dari rumah. Bukan saja antar kota, pun antar provinsi. Kecintaan melakukan perjalanan menjelajah kota-kota di Indonesia diwarisi Davira dari mamanya. Juga kemandirian, keberanian dan tekad kuat Davira. Aku masih mengingat betapa hematnya Davira menggunakan uang sakunya selama 1.5 tahun ke belakang demi rencana jalan-jalannya.

Aku mencemaskan Davira. Sejak dulu. Sejak sekolahnya menyelenggarakan tamasya keluar kota dan mengajak serta murid-murid. Aku tak ingin Davira jauh dari rumah. Sebaliknya, Davira sangat menyukainya. Sepulang dari tamasya tersebut, berjam-jam, dengan mata yang penuh dengan sukacita, Davira menceritakan kembali pengalamannya bersama teman-teman dan guru-gurunya. Sejak saat itu Davira kerap memilih berlibur ke rumah kerabat kami yang tinggal berbeda kota dengan kami.

Aku mencemaskan Davira. Kini. Bagaimana dia melakukan perjalanan tanpa kami, di mana dia akan menginap, bagaimana caranya menemukan transportasi yang tepat menuju tujuan, bagaimana jika Davira tersesat, siapa yang mengurusnya jika dia jatuh sakit dan masih banyak hal lain yang membuat hatiku berdebar sejak pertama kali Davira mengutarakan rencananya ini. Bagaimana pun juga, ini adalah perjalanan terjauh yang pernah dilakoni Davira. Perjalanan antar kota, antar provinsi, antar pulau dan antar wilayah waktu.

Yang paling menyebalkan, kekhawatiranku tidak berdampak apa pun pada Sofia, istriku. Sofia malah sangat mendukung rencana jalan-jalan Davira. Mereka berdua bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mematangkan rencana Davira. Tawa dan senyum mereka terus mengembang setiap kali topik tentang jalan-jalan ini mengemuka. Kebahagiaan mereka berdua tentu saja tidak sebanding dengan kekhawatiranku. Maka aku berjuang setahap demi setahap mengurangi kecemasan dan kekhawatiranku terhadap Davira.

"Kaaaak.."

"Kaaaaaaak.."

"Kak Daviiiiii..." Suara Raine susul menyusul memenuhi ruang-ruang di pagi ini. Terdengar mendesak.

"Apa, sih?" Akhirnya Davira menoleh. Berrespon. Dan tampak kerutan di keningnya. Raine berjuang menahan senyumnya. Anak lelakiku itu senang sekali menggoda kakaknya.

"Hmmmmmmm..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun