Ada kesempatan. Ada kehangatan. Ada kehidupan.
Namun, alam melakukan keadilan yang merupakan ketidakadilan untukku. Syarafku mengendur layaknya layang-layang putus yang melayang menuju langit gelap tanpa tujuan ketika musim panas berakhir. Ketika udara hangat mulai kehabisan persediaannya otot-ototku menjadi lelah dan lentur tanpa diperintah.
Kemudian, tanpa aku inginkan, seluruh syaraf di tubuhku tenang, dan semuanya tentang tubuhku melambat. Metabolismeku melambat. Detak jantungku melemah.Â
Dan mataku melembut sebelum kemudian menitip dan tertidur. Tidur dalam jangka waktu yang lama. Hibernasi. Tidur hingga kicau burung membangunkanku.Â
Kepak kupu-kupu dan capung menggelitik ruang dengarku. Dan aroma segar rerumputan dan bebungaan mengetuk indra penciumanku.
Semua hal tentang musim dingin adalah semestaku. Namun, justru musim dingin ini memisahkan aku dengan semestaku. Bagaimana aku merindukan seseorang yang membuatku tidak bisa bersama dengannya. Tubuh dan metabolismeku. Musim dingin. Engkau.
***
Aku benci perasaan ini. Yang mendamba sesuatu yang tidak mungkin. Setiap keindahan dan kenangan yang muncul bersama dengan musim dingin tidak bisa aku nikmati.
Aku benci setiap kali peluang bertemu, justru untuk berpisah. Laiknya dua buah kutub yang sama pada magnet, yang tidak pernah bersatu sekalipun ada di kutub yang sama.
Kenapa aku akan terus merindukannya, sekalipun tidak akan berjumpa?
Akankah aku merindukannya setelah aku terlelap?