Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Notes for the Three Siblings, Catatan untuk Anak Perempuan Pertamaku (2)

15 Oktober 2019   01:27 Diperbarui: 15 Oktober 2019   01:35 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sof..." suaraku yang tersengal, berbisik memanggil istriku. Panik. Jantungku berdentam bertalu-talu. "Sofia.." kutekan suaraku, tidak ingin mengekutkan anakku lalu aku bangkit dari dudukku.  Tergopoh-gopoh aku menuju dapur dengan si sulung kami dalam dekapanku. Usianya 1,5 tahun. "Sofffiiiaaaaaa.." Kini aku berdiri di ambang pintu dapur menyaksikan istriku menghentikan aktivitas mencuci piring dan sedang menoleh ke arahku. "Demaaaam.." mataku memandang ke Davira cemas lalu menatap Sofia. Sofia melap tangannya menggunakan roknya supaya kering. Dengan tenang dia menghampiriku. Aku hendak menyerahkan Davira pada Sofia ketika kurasakan jemari mungil menyentuh leherku. Davira sedang memandangku. "Akhir-akhir ini, tubuh Davi menghangat setiap malam. Namun, membaik pagi harinya. Kata ibu, anak-anak kecil sering demam. Mau besar, kata ibu." Sofia menjelaskan. "Tapi...?" tanyaku tertahan. "Iya. Besok aku akan ke dokter." Lalu tangan mungil Davira memegang wajahku, menenangkanku. Sesaat aku terkejut, lalu menatapnya. Kemudian anak sulungku itu tersenyum lebar. Seperti matahari sore yang menghasilkan bayangan yang meneduhkan, hatiku mulai teduh. Aku tidak jadi memberikan Davira ke pada Sofia. Sofia tersenyum, menyentuh tanganku, menjawil pipi Davira selanjutnya sekilas memelukku. "Tolong, Sof, beritahu padaku. Apapun tentang kalian berdua selama aku tidak bersama kalian, beritahu padaku. Apapun, ya.." memohon aku. Sofia kembali menuju tempat cuci piring, hendak menyelesaikan apa yang dikerjakannya. "Iya, mas." Sofia menjawab sambil menoleh kepadaku.

"Kakak... Terima kasih karena menjadikan hati ayah kuat dan tangguh. Ayah baru tahu membesarkan anak menjadi sangat melelahkan. Hati ayah lelah dan pegal sejak pertama kali melihat bintik merah kecil di tanganmu yang mungil. Lalu, demam yang membuatmu rewel sepanjang malam. Gigi yang tumbuh. Batuk karena tertular dari ayah. Mencret karena susu formula yang kami tambahkan ke dalam menumu. Memasang anting-anting. Setiap kali kau mengalami sakit, seolah-olah dunia runtuh di atas kepala ayah. Ayah tidak berdaya. Namun, setiap kali tangan mungilmu menyentuh wajah ayah, kepalamu yang bersandar di bahu ayah, seolah ada kekuatan baru menopang hati ayah. Kekuatan untuk menyaksikan pertumbuhanmu hari demi hari"

"Ayah tidak habis mengerti bagaimana bisa dalam masa pertumbuhanmu, tubuh mungilmu sanggup menanggung banyak rasa sakit. Gigi yang akan tumbuh. Setelah imunisasi. Penyesuaian makanan pendamping. Ayah tak tahan membayangkannya. Namun, ayah bersyukur, Tuhan memberikanmu pertumbuhan yang sangat baik dalam setiap fase-fase tersebut." 

" Davira, anak ayah.. Ayah belajar menjadi pribadi yang tekun setiap kali kau memaksa kami untuk memegangimu ketika tertatih-tatih melangkah dan menjadi pribadi yang pantang menyerah setiap kali melihatmu bangkit berdiri setelah terjatuh kala engkau sedang belajar berjalan."

 

"Jadilah bijak. Jadilah kuat."

"Ketika kecil kau sudah melakukannya, nak. Lakukanlah lagi. Dan lagi. Latihlah terus dirimu."  

"Jangan takut mencoba hal-hal baru yang akan menjadikanmu pribadi bijak di masa mendatang."

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun