Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melatih Diri Sendiri Menghadapi Konflik

21 Agustus 2019   05:19 Diperbarui: 21 Agustus 2019   05:39 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam banyak bentuk hubungan yang ada, setiap relasi terbuka terhadap kemungkinan adanya konflik. Konflik yang muncul karena perbedaan, baik cara berpikir, kepribadian, latar belakang keluarga, kultur yang mempengaruhi. Konflik yang diselesaikan dengan baik, akan menolong dua pribadi bertumbuh matang dalam pemikiran dan kuat dalam karakter.

Hubungan apa pun tidak kebal terhadap konflik. Baik hubungan adik-kakak, suami-istri, anak-orangtua (anak laki-laki dan ayah, anak perempuan dan ibu, anak laki-laki dan ibu, anak perempuan dan ayah), antar sahabat, rekan seangkatan di kampus, sesama anggota keluarga, sesama teman sekerja maupun antartetangga.

Ketika konflik datang ada beberapa kemungkinan yang akan kita lakukan, yaitu:

1. Mengabaikan

Ketika masalah timbul, kedua pihak sama-sama diam. Tidak merasa bersalah. Tidak merasa harus lebih dulu meminta maaf untuk mengurangi ketegangan diantara pihak yang berselisih. Tidak pernah membahasnya. Yang terjadi kemudian, tidak ada lagi pembicaraan. Lalu, ungkapan apalagi yang mau diceritakan atau dibicarakan. Tidak ada lagi. Kami sudah lama sekali tidak saling bicara - muncul sesudahnya.

2. Meminta maaf dan tidak membicarakan lagi

Meminta maaf berarti mengakui bahwa aku - diri sendiri - ikut bertanggung jawab sehingga kesalahpahaman terjadi. Maka, permintaan maaf ini menjadi salah satu cara untuk memulihkan hubungan yang terganggu karena telah terjadi salah paham. Namun, bisa saja terjadi, meminta maaf dilakukan untuk mengurangi masalah tidak bertambah ruwet atau menghormati hubungan yang ada. Meminta maaf namun mengabaikan hati yang berkonflik yang telah terluka.

3. Duduk bersama dan bicara

Hal ini merupakan hal yang paling sulit. Ketika pribadi-pribadi yang berkonflik duduk bersama dan bicara. Bicara tenang dan dengan pikiran yang jernih. Bukan membicarakan kesalahan yang lainnya, tetapi membicarakan hal-hal tertentu yang membuat hati masing-masing terluka, sehingga bisa melihat persoalan dari perspektif yang berbeda. Membicarakan konflik dengan orang yang dengannya kita berkonflik selalu menimbulkan rasa tidak nyaman. Menjadi sangat sulit karena kecenderungan kita untuk mengarahkan telunjuk ke orang lain dan meminta orang lain bertanggung jawab untuk sakit hati yang ada dalam hati. Pemulihan selalu membutuhkan waktu. Fase duduk bersama dan bicara tidak bisa dilakukan dalam 1 - 2 kali pertemuan. Untuk konflik-konflik tertentu, bisa saja membutuhkan waktu lebih lama. Itulah alasan, kemungkinan ketiga ini yang paling sulit. Bersabarlah dalam prosesnya.

Pada akhirnya, pilihan ada pada diri sendiri. Diantara tiga pilihan yang mungkin di atas, mana yang akan dipilih. Mungkinkah aku harus menyediakan pilihan ke-4, jika ketiga pilihan di atas tidak cocok denganku?

- catatan dari kotaku

Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun