Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konstruksi Feminisme dalam Keputusan Childfree

12 Februari 2023   10:43 Diperbarui: 12 Februari 2023   10:48 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kontroversi pandangan childfree mulai lahir di Indonesia sejak dua tahun belakangan ini. Moment melandanya covid19, membawa perenungan bagi pasangan perempuan dan laki-laki terhadap kehidupannya setelah menikah. 

Dalam masyarakat yang berbudaya yang kental dengan tatanan partrirki, menikah dianggap sesuatu keharusan manusia untuk melanjutkan hidup, tidak hanya berhenti disitu saja, menikah dan mempunyai anak is a must, seolah-oleh tidak tidak ada tawar menawar dalam kehidupan. 

Tidak dapat disangkal memang masih begitu kehidupan di Indonesia, sehingga kita ada pernyataan keputusan untuk child free jelas pemberitaan akan keputusan seseorang dirasa menganggu seluruh tatanan sosial yang telah dibangun berpuluh-puluh tahun oleh nenek moyang. 

Menurut Julia moore in women studies menyatakan diskursus childfree dalam teori feminism lahir karena pemahaman bahwa sadarnya manusia dalam penggunaan kesehatan reproduksi mereka. Hasil survey yang dilakukan dari responden volenteri untuk child free menyatakan bahwa keputusan tersebut dilakukan oleh karena kesehatan mereka baik kesehatan reproduksi dan kesehatan mental. 

Studi tersebut menyebutkan ada beberapa faktor keputusan child free diambil salah satunya sudah lama nyaman dengan kehidupan berdua dan merasa ingin selalu bersama berdua, ada juga yang mengalami trauma oleh pola asuh ketika mereka kecil sehingga tidak ingin mengulang rasa trauma tersebut ketika memiliki anak dan ada juga karena masalah kesehatan karena tingginya tingkat kematian ibu dan anak atau kontrol peningkatan populasi, termasuk melimitkan pandangan bahwa punya anak merupakan tangungjawab perempuan. 

Studi tersebut menyatakan bahwa  keputusan child free tersebut tidak pernah diputuskan atas keputusan sendiri tapi diputuskan bersama (couple). Sayangnya  keputusan childfree masih dilebelkan dengan lebel negatif dalam masyarkat karena faktor agama atau sosial, kelas dan ras. 

Sehingga tidak saja di Amerika dimana studi tersebut dilakukan, di Indonesiapun childfree menimbulkan diskriminasi dan kekerasan masyarkat terhadap couple yang menyatakan childfree. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun