Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selimut Pelecehan Seksual

21 Januari 2020   07:58 Diperbarui: 21 Januari 2020   07:55 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari ini kita dikagetkan dengan pemberitaan adanya beberapa santri yang menjadi korban pelecehan sexual oleh para pengajar atau petinggi agama. Menurut pemberitaan media online - kebanyakan korban adalah anak laki-laki dari pelaku yang juga seorang laki-laki.

Sedih! Memang sedih - karena kebanyakan orang tua mempercayakan anaknya untuk tinggal di rumah bersama berbasis agama untuk mendapatkan pendalaman pendidikan sekuler serta pendalaman agama agar kelak anak menjadi kebanggaan bangsa dan negara. 

Kasus maraknya pelecehan sexual oleh orang yang dianggap suci atau orang baik memang sering membuat orang tua tidak percaya akan potensi pelecehan sexual hingga perkosaan - bukan hanya itu saja bagi korban juga menjadi korban dua kali yaitu pertama korban pelecehan sexual dan korban ancaman yang mungkin saja dilakukan oleh pelaku sehingga korban tidak berani menyatakan atau korban takut orang tua atau siapapun tidak percaya. 

Kejadian pelecehan sexual sampai perkosaan terhadap anak laki-laki yang diselimuti di ruang-ruang potensi berbasis agama ini tersebut memang terjadi bukan saja di Indonesia - beberapa negara yang salah satunya di Roma juga terjadi Dilingkungan Vatikan - sehingga menjadi sorotan publik.

Di Indonesia, kasus pelecehan sexual yang dilakukan oleh guru agama terhadap anak laki-laki secara hukum belum memberikan keadilan bagi korban - sebagai contoh kejadian di Aceh yang melibatkan guru ngaji memperkosa anak didik laki-laki yang dilakukan sampai 5 kali hanya dikenakan denda dan cambuk 20 kali serta potensi penjara 2 tahun, padahal kerugian anak sebagai korban melebihi dari putusan hukuman yang didapat oleh pelaku seperti teroma, penyakit, masa depan serta psikologi. 

Tidak saja kepada anak; apa yang diperbuat oleh pelaku juga memberikan dampak terhadap keluarga kecil dan keluarga besar dari korban - yang kerap tidak dipertimbangkan oleh pemberi keadilan. 

Pemahaman kasus tindak pidana pelecehan sexual sampai perkosaan oleh penegak hukum yang kurang melihat dampak tindak pidana kerap memambah hukuman bagi korban, penanganan korban dan pemulihan korban juga masih belum menjadi perhatian negara sampai saat ini.

Melihat hal tersebut penting bagi negara mulai memikirkan aturan bagi kejahatan sexual bagi perempuan dan laki-laki khususnya anak agar memberikan efek jera bagi pelaku selain itu bagaimana negara mulai membangun tingkat kesadaran potensi pelecehan sexual serta mengeliminasi ketakutan melapor atas tindak pidana tersebut; disisi lain penting negara untuk memikirkan juga terkait pemulihan bagi korban sampai memastikan pemulihan sempurna. Walau crisis Center sudah ada di Indonesia - akan tetapi memastikan korban pulih memang masih menjadi tantangan.

Selain itu - pendidikan terhadap isu sexual juga penting di informasikan kepada anak-anak untuk mengetahui dampak sex dini dan bagaimana menolaknya. Yang terpenting adalah membangun kesadaran agar anak tidak mudah tertipu berbasis agama padahal sedang jadi korban pelecehan sexual.

Mari kita jaga anak bangsa agar menjadi anak sehat dan gembira 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun