Mungkin ada terpukau dengan judul yang saya pasang hari ini? atau mungkin anda ketika membaca judulnya sudah menyimpulkan, bahwa penulis pasti memiliki aliran sesat; atau memiliki pemahaman radikal. Well....boleh saja menilai hal apa atas judul tersebut, akan tetapi saya memang tidak percaya "setan" ketika berhadapan dengan kasus selingkuh atau yang lebih dikenal sebagai kasus perselingkuhan.
Berdasarkan laporan pengadilan agama kasus perceraian meningkat cukup signifikan per tahun; 70 persen pengugat cerai adalah perempuan karena kasus perselingkuhan yang diikuti dengan kasus lainnya KDRT seperti tidak memberikan nafkah atau kekerasan fisik atau psikologi. Bicara soal kasus selingkuh atau perselingkuhan; berdasarkan pengamatan ketika diruang sidang; ada saja lontaran "maaf" kepada pasangan soal "hilaf", "godaan setan" dan lainya.Â
Kalimat "godaan setan" yang kerap diucapkan pelaku pada saat membela diri karena kepergok atau ketahuan oleh pasangan sering digunakan sebagai senjata; tapi bagi saya godaan setan bahkan setannya sendiripun tidak memiliki peran didalam proses selingkuh itu sendiri. secara pribadi selingkuh lebih dilihat hasil keputusan sendiri dari proses pemikiran dan pertempuran perasaan sehingga terjadi selingkuh. Mengapa?
Karena prosesnya untuk sampai terjadi jalinan selingkuh  memakan waktu, baik bagi otak dan perasaan untuk memutukan melakukan perselingkuhan; selingkuh bisa dikatakan bukan godaan setan karena dasarnya manusia dilahirkan sebagai ciptaan yang sempurna untuk bisa menganalisis situasi dan mengambil keputusan. Bagi beberapa orang yang dipantau, selingkuh awalnya semacam uji coba yang dianggap bisa di kontrol asalkan tidak ketahuan; tapi kata "asal tidak ketauan" menjadikan seseorang melakukan berkali-kali hingga pada titik kesadaran telah terperangkap dan melukai pihak lain.
Lalu dimanakah letak setan bekerja, jika semua pengambil keputusan untuk melakukan datang dari diri sendiri. Keinginan manusia yang ingin tahu dan ingin mencoba atau ingin melakukan eksperience kerap medominasi manusia ketika melihat sesuatu yang dianggap "bisa dicoba"atau "terlihat ada peluang" karena jiwa kompentisi memang ada dalam manusia itu sendiri; hal ini yang kadang tidak dapat dikontrol seseorang; selain itu konsep penilaian terhadap pasangan dengan sesuatu yang dianggap ideal itu juga merupakan faktor dimana rasa ingin mencoba atau tertantang lahir. Kemudian dimana letak setan? tidak karena semua datang dari diri.
Saat ini, banyak keluarga yang terlihat harmonis atau terlihat utuh yaitu memilki hubungan suami istri, bahkan masih sekamar dan melakukan hubungan sex dan kalau ruang publik memanggil ma/pa; akan tetapi fakta dari hasil wawancara dengan teman dekat hampir 70% mantan teman nya di sekolah menegah atas dulu memiliki BINOR (bini orang) atau LAKOR (laki orang); hal ini sangat memprihatinkan.
Hal ini lah yang menyebabkan saya tidak percaya "setan".