Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menerbitkan Buku untuk Melestarikan Budaya

2 Januari 2023   20:23 Diperbarui: 2 Januari 2023   20:26 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Alat ma Atolan | Dokumen Neno Anderias Salukh

Tahun 2023 adalah tahun yang istimewah bagi saya karena berhasil menerbitkan buku pertama saya selama berkiprah di dunia kepenulisan (kompasiana). Buku ini saya beri judul Alat ma Atolan, Kumpulan Artikel Tentang Adat dan Aturan Suku Atoin Meto, Timor Tengah Selatan. Selama tahun 2022, buku dalam proses penerbitan hingga, akhir tahun 2022, saya menerima hasil cetakan yang sudah memiliki ISBN.

Buku ini bermula dari upaya menggali narasi-narasi budaya dan bahasa Suku Atoni (Atoin Meto) untuk menjawab krisis budaya dan bahasa yang sedang ada di depan mata. Memang terlalu dini jika saya mengklaim budaya dan bahasa atoin meto terancam punah tetapi sejauh pengamatan saya, mayoritas generasi muda cenderung mengikuti pengaruh modernisasi yang tanpa sadar perlahan menggeser eksistensi budaya.

Dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erna Suminar, Dosen Universitas Kebangsaan dalam jurnalnya berjudul "Komunikasi dan Identitas Kultural Remaja Suku Dawan di Kota Kupang, Timor Barat, Nusa Tenggara Timur". Ia menemukan bahwa remaja atoin meto mencari cara yang baru untuk tampil berbeda dibandingkan sebelumnya. Tujuannya untuk memperlihatkan identitas dirinya yang baru sebagai bagian dari gaya hidup di kota besar.

Jauh sebelum saya berinisiatif untuk menulis tentang budaya dan bahasa, saya termasuk dalam golongan generasi muda yang tidak mau mempelajari budaya apalagi mempraktikannya. Saya juga menjadi salah satu orang yang beranggapan bahwa budaya dan bahasa daerah adalah milik orang yang 'kampungan'.

Dalam sebuah wawancara dengan Raja Boti, Namah Benu oleh Watchdoc, ia mengatakan bahwa jika mereka memiliki empat orang anak maka salah satunya tidak boleh bersekolah untuk melanjutkan tongkat estafet adat istiadat.

Artinya ada anggapan bahwa seseorang yang bersekolah enggan kembali ke kampung untuk mewarisi budaya atau adat istiadat yang sudah ditetapkan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu. Ini menimbulkan sebuah dilema bagi orangtua yang menyekolahkan anak. Sekolah atau tidak sekolah memiliki konsekuensi yang harus ditanggung. Sekolah akan menjadi pintar tapi melupakan budaya---tidak sekolah akan menjadi bodoh tapi memelihara budaya.

Hari-hari ini, budaya dan bahasa seolah tak penting untuk dipelajari oleh generasi muda. Sekolah formal yang diandalkan hanya mengajarkan budaya berbasis sejarah dan budaya dari luar daerah sedangkan tradisi dan bahasa daerah seolah tidak lebih penting. Penutur pun semakin berkurang seiring berjalannya waktu.

Karena itu, artikel-artikel dalam buku tersebut diharapkan menjadi salah satu referensi generasi muda yang ingin mempelajari budaya dan bahasa atoin meto. Meskipun buku tersebut tidak memiliki sumbangsih yang besar seperti buku-buku yang ditulis oleh para sejarawan, antropolog dan budayawan, setidaknya buku ini memberi secuil kontribusi dalam upaya pelestarian budaya dan bahasa atoin meto di bidang pendidikan kontekstual.

Untuk itu, ucapan terima kasih saya hanturkan kepada Kompasiana, salah satu platform blog terbesar di Indonesia yang memberi saya ruang untuk menulis dan akhirnya menerbitkan buku.

Juga, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penutur yang saya temui, kedua orangtua saya, para tua-tua adat yang tidak pernah jenuh menuturkan sejarah dan budaya sehingga menjadi referensi utama dalam menulis artikel-artikel dalam buku tersebut.

Selain itu, ucapan terima kasih yang tak kalah penting untuk ilustrator, desainer, editor dan penerbit yang telah memberi kontribusi besar untuk penerbitan buku tersebut.

***

Buku Alat ma Atolan | Dokumen Pribadi
Buku Alat ma Atolan | Dokumen Pribadi

Dalam buku tersebut, saya sengaja menyinggung secara garis besar tentang bahasa Dawan (uab meto). Kemudian saya sengaja menetapkan artikel-artikel tentang bahasa di awal buku tersebut karena tanpa artikel yang mengulas tentang tata bahasa Dawan, maka artikel-artikel budaya yang disajikan dalam buku tersebut akan terasa mentah untuk dikonsumsi oleh orang awam.

Uab meto merupakan salah satu bahasa daerah yang memiliki penutur terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Suku Dawan atau Suku Atoni (Atoin Meto) di Pulau Timor bagian barat.

Beberapa sub-suku yang tergolong di dalamnya adalah Amanuban, Amanatun dan Mollo yang bergabung di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sub-suku Miomafo, Biboki dan Insana bergabung menjadi Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Sub suku Amarasi, Amfoang dan Fatuleu bergabung di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, dan Kusa dan Manlea di Kabupaten Malaka. Sedangkan sub-suku Ambeno terletak di Oecusse, Timor Leste.

Meski memiliki satu bahasa, dialek dan logat setiap sub-suku tersebut memiliki perbedaan. Misalnya, Amarasi yang terletak di Kabupaten Kupang, dan Kusa dan Manlea di Kabupaten Malaka dikenal sebagai Dawan r. Dialek Dawan r identik dengan setiap huruf l diganti dengan huruf r. Misalnya leko (baik) mejadi reko.

Karena penulis adalah orang Amanuban maka kalimat-kalimat bahasa Dawan di setiap artikel dalam buku tersebut ditulis sesuai dengan dialek sub-suku Amanuban. Saya juga menulis artikel-artikel tersebut menurut kacamata orang Amanuban sehingga kekurangan dan ketidaksempurnaan tentunya tidak luput dari buku tersebut.

Saya berharap, banyak orang bisa membaca buku tersebut sehingga tulisan-tulisan saya tentang budaya terus disempurnakan menjadi lebih baik.

Salam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun