Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lebah Madu dalam Budaya Suku Dawan (Timor)

3 Januari 2022   22:23 Diperbarui: 1 April 2022   10:58 3817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot dari YouTube Nanang Sujana/CIFOR

Tetapi, sebenarnya tujuan menyisakan sedikit sarang lebah pada dahan agar kawanan lebah tersebut tidak meninggalkan sarangnya setelah pemanenan selesai dilakukan. Hanya saja manusia dengan keserakahannya bisa mengambil semua tanpa menyisakan tempat yang bisa membuat kawanan lebah meninggalkan tempat tersebut sehingga lahirlah keyakinan yang dipercayai hingga saat ini, jika dilanggar, benar, kematian menjemput.

Tetapi, atoin meto juga percaya bahwa dewa lebah akan melindungi teknisi sepanjang pemanenan dari segala bentuk kecelakaan seperti jatuh dari pohon, pohon yang tumbang, dahan yang patah, termasuk sengatan lebah jika tidak ada aturan dan ketentuan adat bersama lebah yang dilanggar. Misalnya, dalam pemanenan, ritual adat tidak dilakukan maka dewa lebah akan membunuh teknisi atau siapapun yang terlibat dengan cara yang tidak dapat disangka.

Setelah pemanenan, tidak seperti lebah pada umumnya yang akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat baru, lebah madu raksasa ini tetap bertahan untuk menghasilkan madu dan lilin yang kemudian akan dipanen pada beberapa bulan berikutnya. Biasanya, pemanen dilakukan dua kali dalam setahun.

Bagaimana jika madu dan lilin yang dihasilkan oleh lebah madu tidak dipanen? Lebah madu tersebut akan bermigrasi dari pohon tersebut ke tempat yang lain karena manusia melanggar perjanjian dengan tidak memanfaatkan apa yang lebah madu hasilkan.

Selain itu, pohon tersebut juga akan mati secara perlahan. Penulis membuktikan hal ini dikampung penulis. Dua pohon besar yang dijadikan sebagai tempat budidaya lebah madu raksasa mati secara tiba-tiba karena hasilnya tidak dipanen. Salah satu penyebab adalah tidak ada regenerasi jubir dan teknisi pemanen lebah.

Sementara madu hutan dari Pulau Timor dengan kualitas nomor tiga di dunia juga dipengaruhi oleh keanekaragaman hayati berupa flora seperti ampupu, bijama, haubesi, cemara gunung, kasuari, matoi, oben, cendana, paku-pakuan dan masih banyak lagi dengan berbagai macam jenis nektar yang dimanfaatkan oleh lebah dengan mengambil nektar sebagai bahan dasar pembuatan madu dan lilin.

Nah, keberadaan lebah madu di Pulau Timor dan relasi budaya atoin meto dengan lebah madu tersebut merupakan relasi yang merawat alam. 

Manusia tanpa sadar membangun sebuah kepercayaan dan aturan hukum adat untuk melindungi keanekaragaman hayati jika ingin memperoleh hasil-hasil yang memuaskan.

Relasi manusia dengan lebah mendukung salah satu hukum konservasi atoin meto untuk melindungi alam (Baca: Banu, Hukum Konservasi Lingkungan Hidup Suku Dawan (Timor). Tetapi, aturan hukum adat ini semakin melemah seiring berjalannya waktu karena relasi manusia dengan alam yang semakin dipisahkan oleh tembok modernisasi.

Kupang, 03 Januari 2022

Beta atoin meto, Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun