Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengatasi Kemiskinan Ekstrem di NTT [Bagian 1]

19 Oktober 2021   08:25 Diperbarui: 21 Oktober 2021   07:30 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika masyarakat tidak mampu mengelola makanan untuk memenuhi kebutuhan nilai gizi rumah tangga, maka program bantuan sembako seperti beras dan minyak goreng sangatlah tidak tepat.

Beberapa hari terakhir ini, setelah kunjungan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma'ruf Amin di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), kemiskinan ekstrim menjadi topik hangat di media massa bahkan ramai-ramai diperbincangkan oleh netizen di media sosial.

Persoalannya adalah terdapat 5 kabupaten yaitu Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Sumba Tengah, dan Manggarai Timur dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan paling ekstrim dimana terdapat 212.672 penduduk miskin dari 89.410 rumah tangga miskin ekstrem (CNN Indonesia).

Persoalan kemiskinan di NTT adalah sebuah persoalan klasik, bersejarah di Indonesia. NTT selalu menempati posisi 3 terbawah setiap kali pemerintah menetapkan daerah-daerah termiskin. 

Sehingga muncul topik 5 kabupaten terjebak dalam kemiskinan ekstrim, penulis tidak heran karena kemiskinan seakan sudah menjadi identitas masyarakat NTT.

Karena itu, untuk mengatasi persoalan klasik ini, pemerintah perlu cara-cara klasik bukan sekedar cara asik. Program intervensi pemerintah terkesan teknis tapi tidak taktis sehingga dalam penerapannya kaku dan seringkali menemui jalan buntu. Maka kesan progam penanganan kemiskinan itu adalah menghambur uang tanpa follow up.

Penulis tidak tahu seberapa jauh pemerintah menggali akar permasalahan kemiskinan, atau setidaknya mengaplikasikan 5W 1H dalam menggali informasi untuk mengetahui persoalan mendasar mengapa NTT tak pernah keluar dari jerat kemiskinan? 

Tetapi berdasarkan perkembangan penanganan kemiskinan, terdapat indikasi bahwa pemerintah tidak memahami akar permasalahannya.

Padahal bukan rahasia lagi bahwa persoalan-persoalan seperti itu tak cukup pada hipotesis tetapi membutuhkan identifikasi dan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa jauh akar persoalannya merambat agar program penanganan tak perlu dilakukan berulang kali.

Jika kita ingin belajar dari filosofi penanganan penyakit di dunia medis, sebuah penyakit dapat diobati setelah melalui beberapa rangkaian diagnosa untuk ditangani secara cepat, tepat dan efisien. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun