Keterlibatan Edhy Prabowo dalam dugaan korupsi ini menjadi pukulan telak. Bukan hanya kepada Jokowi tetapi juga Prabowo Subianto. Bahkan, mungkin Jokowi dan Prabowo Subianto memukul jidat hati mereka melihat Edhy Prabowo mengendalikan pasar gelap ekspor benih lobster demi kepentingan segelintir dan diri sendiri.
Wajar jika Jokowi memukul jidatnya karena OTT Edhy Prabowo adalah konsekuensi logis dari kompromi dan akomodasi politik. Pemerintahan Jokowi merangkul Gerindra dengan menetapkan Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan dan Edhy Prabowo sebagai menteri KKP menunjukkan bahwa adanya ketakutan terhadap kekuatan oposisi yang akan dipimpin oleh Gerindra.
Gerindra dibawah komando Prabowo Subianto ditakutkan akan menjadi goncangan terbesar sehingga dua kursi kementerian adalah jatah kompromi dan akomodasi bagi Gerindra.Â
Memang kualitas dua orang dari oposisi ini tidak diragukan untuk mengeksekusi visi presiden tetapi mereka dipilih tanpa melalui sebuah pertimbangan yang matang. Mereka hanya mengisi kuota yang disediakan oleh pemerintahan Jokowi.
Kemudian, hari ini Edhy Prabowo ditangkap oleh KPK, dapat dikatakan bahwa peristiwa ini adalah sebuah pengkhianatan terhadap pemerintah yang dilakukan oleh partai politik abu-abu. Oposisi bukan-koalisi bukan. Maka sulit bagi pemerintah untuk menuntut Gerindra.Â
Seharusnya, saat seperti ini, Jokowi harus berani mendepak Gerindra dari kabinet tetapi karena kompromi politik, Jokowi hanya berani memukul jidat tetapi tidak berani menindak tegas koalisi yang mengkhianati.
Memukul jidat adalah bentuk penyesalan. Maksud hati memperkuat koalisi pemerintah, apa daya koalisi menjadi duri dalam daging? Maksud hati memperlancar kinerja pemerintah, apa daya para menteri hanya bisa korupsi?