Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mungkinkah Kekerasan Rasial Dihentikan?

18 Juni 2020   07:06 Diperbarui: 18 Juni 2020   06:56 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi di Minneapolis, Amerika Serikat memprotes kematian George Floyd | Antifa

Kasus kematian George Floyd merupakan salah satu kekerasan rasial yang memantik amarah sebagian besar masyarakat Amerika atas rentetan peristiwa identik yang terjadi terlebih dahulu seperti kematian Ahmaud Marquez Arbery dan Breonna Taylor. Betapa tidak, kematian George Floyd bukan hanya memperpanjang daftar orang yang mengalami kekerasan rasial tetapi kelakuan Derek Chauvin menekan leher Floyd hingga meninggal dunia adalah sebuah penganiayaan yang tak manusiawi.

Gerakan kesetaraan ras kembali didengungkan di seluruh dunia dengan semboyan "black lives matter". Sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan kesetaraan ras tersebut, dalam artikel "Mengkritik Kesadaran Masyarakat Kulit Putih tentang Rasisme di Amerika", saya berharap kekuatan Blackout Tuesday menyaingi pidato Gettysburg-nya Abraham Lincoln dan I Have a Dream-nya Martin Luther King yang setidaknya menyadarkan semua orang Amerika termasuk seluruh dunia bahwa semua orang diciptakan sama, rasisme itu tidak manusiawi, berbahaya dan memuakan serta menjijikkan manusia.

Namun, harapan tersebut seakan tak berarti ketika kekerasan rasial yang dialami oleh George Floyd dianggap biasa menyusul kematian Rayshard Brooks, seorang pria kulit hitam yang terbunuh oleh polisi kulit putih di Atlanta pada Jumat 12 Juni 2020. Dikutip dari The Guardian via Liputan6, seorang penyelidik pemeriksa medis mengatakan bahwa hasil autopsi yang dilakukan pada Minggu 14 Juni menunjukkan bahwa pria berumur 27 tahun tersebut meninggal karena kehabisan darah dan cedera organ yang disebabkan oleh dua luka tembak.

Sementara di Indonesia, mahasiswa Papua yang memprotes keras pelaku rasisme pada tahun lalu dituntut 5 hingga 17 tahun penjara, sementara para pelaku rasisme yang memantik unjuk rasa besar-besaran dari masyarakat Papua hanya dituntut 5 bulan penjara.

Saya sepakat dengan pendapat Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar bahwa apa yang dilakukan oleh penegak hukum adalah bentuk dukungan terhadap rasisme untuk tumbuh subur di Indonesia. Ketika para mahasiswa Papua memprotes diskriminasi ras justru yang diperoleh adalah hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan para pelaku rasisme.

Atas dasar beberapa kejadian ini, apakah kita boleh bermimpi bahwa suatu saat rasisme dapat dihentikan atau dihapus dari muka bumi ini?

Jika kita mengurai lebih banyak tentang ilmu psikologi, seseorang bisa menjadi rasis karena dipengaruhi oleh pola pembentukan karakter sejak ia lahir. Berangkat dari definisi rasisme yang mengatakan bahwa sekumpulan ide-ide dan kepercayaan yang memiliki potensi untuk menyebabkan seseorang membentuk prasangka buruk pada pikiran dan hatinya, kemudian prasangka tersebut membawanya pada sebuah perilaku negatif terhadap kelompok masyarakat tertentu maka jelas bahwa pola pembentukan karakter dalam lingkungan masyarakat berkontribusi penting terhadap pertumbuhan rasisme.

Misalnya seseorang anak yang lahir dan tumbuh dalam sebuah didikan bahwa yang cantik dan ganteng adalah mereka yang berkulit putih dan berambut lurus sementara mereka yang berkulit hitam dan berambut keriting adalah orang-orang yang "jelek", maka akan berpotensi membentuk sebuah sekat dalam pola hidup masyarakat. 

Cantik dan ganteng yang didefinisikan sebagai sebuah kesempurnaan akan membentuk kelompok masyarakat yang cenderung bertindak superior terhadap kelompok masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori mereka.

Merubah pola pikir yang telah membudaya dalam masyarakat kita sangatlah sulit jika kita belum sadar bahwa cantik dan ganteng adalah kata sifat yang relatif atau tidak mutlak pada sebuah kondisi. Sewaktu-waktu ganteng dan cantik berhak dilabelkan kepada siapa saja dengan mengabaikan pandangan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun