Mengenang Pidato Gettysburg-nya Abraham Lincoln dan I Have A Dream-nya Martin Luther King
Pada saat saya membaca berita tentang rasisme yang sedang dihadapi oleh masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat pada saat ini, saya teringat dengan pidato tokoh idola saya Abraham Lincoln yang dikenal dengan Pidato Gettysburg.
Jika Abraham Lincoln disebut sebagai salah satu presiden terbaik sepanjang sejarah Amerika Serikat maka salah satu pidatonya yang disebut sebagai Pidato Gettysburg itu juga disebut sebagai salah satu pidato terkenal dalam sejarah Amerika Serikat.
Seratus lima puluh tujuh (157) tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tanggal 19 November 1863, atau empat setengah bulan setelah tentara Union mengalahkan pihak Konfederasi di Pertempuran Gettysburg (Perang Saudara Amerika masih berkecamuk), Abraham Lincoln yang menjabat sebagai Presiden Amerika pada waktu itu menyampaikan pidato tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan para pahlawan.
Pidato tersebut disebut oleh kebanyakan orang sebagai pidato yang bukan hanya fenomenal tetapi unik karena meskipun hanya berdurasi dua menit tetapi memiliki makna yang sangat mendalam.Â
Pidato yang disampaikan pada saat penyakit vesicular rash dan cacar ringan menyerang dirinya berisi tentang prinsip-prinsip kesetaraan sejati yang harus ditegakkan untuk semua warga Amerika Serikat karena ada pertumpahan darah dan korban nyawa yang dibayar hanya untuk kesetaraan manusia.
Dilansir dari Buku Abraham Lincoln yang ditulis oleh A. Faidi, S.Hum., akhir dari Pidato Gettysburg sebagai berikut: "Kita di sini harus memastikan bahwa mereka yang gugur tidak mati sia-sia bahwa bangsa ini, di bawah kekuasaan Allah, akan melahirkan kebebasan baru dan pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tidak akan binasa dari bumi ini."
Pidato tersebut juga menandai akhir dari perbudakan terhadap warga kulit hitam untuk mesin pertanian yang sudah dimulai sejak kolonisasi Britania di Virginia tahun 1607 sehingga Abraham Lincoln disebut sebagai satu-satunya presiden dalam sejarah Amerika yang berhasil menghapus perbudakan pada saat itu.
Namun, rasanya kesetaraan sejati itu tidak sempurna dalam kehidupan masyarakat Amerika Serikat. Praktek perlakuan rasisme terhadap orang kulit hitam masih saja terjadi.Â
Masyarakat kulit hitam masih menjadi warga kelas dua. Khususnya di bagian selatan, prakteknya masih sangat kentara, warga kulit hitam tidak boleh naik bus yang dinaiki oleh kulit putih, tidak boleh mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah kulit putih dan tidak boleh masuk restoran khusus untuk kulit putih.
Seratus tahun kemudian, pada tanggal 28 Agustus 1963, seorang pendeta Gereja Baptis, Marthin Luther King yang juga salah satu aktivitas Hak Asasi Manusia Amerika berpidato tentang rasisme di depan 250 ribu warga kulit hitam yang berkumpul di depan monumen peringatan Abraham Lincoln di Kota Washington DC, Amerika Serikat.