Banyak orang yang merasa aneh dengan kebiasaan masyarakat Suku Dawan mengkandangkan tanaman.
Bagi masyarakat Suku Dawan di Pulau Timor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) , bercocok tanam merupakan mata pencaharian yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan. Karena itu, jangan heran jika anda bertemu banyak orang di Pulau Timor berprofesi sebagai petani.
Gaya bertani masyarakat Suku Dawan tidak berbeda jauh dari petani-petani pada umumnya seperti pengelolaan lahan, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil. Akan tetapi, pengetahuan dasar tentang hal-hal tersebut berbeda dengan petani-petani di daerah lain.
Perlu diketahui, sebagian besar wilayah Pulau Timor yang didiami oleh Suku Dawan adalah daerah pegunungan lahan kering sehingga sistem irigasinya bergantung pada pengairan air hujan.
Oleh karena itu, lahan ditanami tanaman musiman atau tahunan pada musim hujan dan terpisah dari lingkungan di sekitar rumah. Sedangkan pada saat musim kemarau lahan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian.
Sistem pertanian masyarakat Suku Dawan adalah pertanian berpindah (tebang bakar) dan tumpang sari (polikultur). Tebang bakar adalah proses membakar hutan yang sudah ditebas atau dibersihkan dan tumpang sari adalah menanam lebih satu tanaman pada lahan dan waktu yang sama.
Secara detail, kedua sistem ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu menebas hutan (membersihkan kebun), membakar hutan, pembuatan pagar, tanam, bersihkan gulma dan panen.
Menebas Hutan
Menebas hutan (dalam Bahasa Dawan dialek Amanuban adalah Tof Lene) adalah  proses pembersihan kebun yang dipersiapkan untuk ditanami tanaman. Pembersihan menggunakan parang dan kapak jika dibutuhkan.
Parang dan kapak akan diasah hingga tajam untuk memudahkan petani dalam pemotongan terutama pohon-pohon besar. Batu asah yang dipilih dari batuan endapan di sungai-sungai berukuran sedang yang dapat dipikul ke kebun untuk digunakan sewaktu-waktu jika diperlukan.